Saat bangsa ini bingung oleh urusan susu formula, bangsa-bangsa lain sudah kembali ke Asi.Tren kembali menyusui anak-anak, tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan, dibanding negara-negara lain di dunia, Indonesia terbilang terlambat. Di berbagai belahan dunia, ruang gerak susu formula sangat dibatasi agar bayi-bayi generasi penerus bisa mendapatkan makanan terbaik: air susu ibu (ASI). Tapi, di Indonesia, susu formula bahkan dipromosikan di sejumlah rumah sakit (RS). Ironis. Persoalan itulah yang membuat gusar Ketua Sentra Laktasi Indonesia, dr Oetami Roesli SpA MBA IBCLC. Bila ibu-ibu di Indonesia tetap mengesampingkan ASI dan lebih memilih memberikan susu formula kepada anak-anaknya, dia menilai suatu saat kecerdasan anak-anak Indonesia akan tertinggal. Padahal, mau tidak mau Indonesia harus bersandar pada anak-anak itu untuk memasuki era globalisasi. ”Bayangkan, otak mereka (anak-anak di negara lain, red) lebih pandai karena diberi ASI eksklusif.
Mereka jauh lebih kaya dari kita. Mereka jarang sakit. Kalau kita tidak mulai sekarang, di era globalisasi nanti, anak-cucu kita bisa menjadi TKI dan TKW di negara sendiri. Saya tidak mengharapkan bangsa kita menjadi bangsa kuli. Karena itu, rakyat kita harus kita sadarkan,” kata Utami di Jakarta, pekan lalu.
Negara-negara yang gencar mendorong dan melindungi pemberian ASI
eksklusif antara lain Australia yang selama ini merupakan pengekspor bahan-bahan susu formula ke Indonesia. Selain itu, beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Bila di Indonesia cuti melahirkan hanya tiga bulan, di kedua segara ini sampai empat bulan. Bahkan, diberikan pula cuti empat pekan bagi ayah yang baru memiliki bayi.
Negara-negara di Skandinavia seperti Finlandia, Austria, Swiss, Swedia, juga Kanada, lebih hebat lagi. Di sana, orangtua diberi cuti satu tahun penuh –dengan tetap dibayar-untuk memastikan bayinya diberi ASI eksklusif.Empat bulan pertama, ibu yang cuti. Dua bulan berikutnya, giliran ayah yang cuti. ”Enam bulan berikutnya, siapa yang mendapatkan penghasilan paling tinggi, dia yang bekerja,” kata Utami.
Selain fasilitas cuti, para bidan di rumah sakit-rumah sakit di negara itu juga tak akan memulangkan seorang ibu yang baru melahirkan sebelum memastikan bahwa si ibu bisa menyusui bayinya dengan benar. ”Mereka sudah tidak pakai susu formula karena pemerintahnya mendukung pemberian ASI eksklusif,” tutur Utami. Indonesia sampai saat ini memang masih jadi surga pemasaran susu formula. Padahal, di beberapa negara, pemasaran susu formula tak segencar di Indonesia. ”Di India saja, misalnya, kita tidak mungkin melihat susu formula dipromosikan seperti di kita,” katanya.
Ironisnya, gencarnya promosi susu formula itu ‘menenggelamkan’ promosi ASI.
Dan parahnya, bahkan terbentuk image di masyarakat seolah-olah susu formula lebih baik dibanding ASI. Utami mengaku pernah bertemu seorang pembantu yang gajinya habis untuk membeli susu formula. Dia ngotot membeli susu formula yang mengandung AA dan DHA agar kelak anaknya pintar, seperti iklan di televisi. ”Ibu pembantu itu tidak sadar bahwa paling tidak 80 persen lemak ASI
adalah DHA dan AA yang natural. Dan karena ASI cairan hidup, selain
ada lemak itu, juga ada penyerap lemak,” papar Utami.
Bahwa ASI membuat anak lebih cerdas, diakui sejumlah ibu yang ditemui Republika. Hartini (32 tahun), misalnya, mengatakan dengan memberikan ASI eksklusif –dilanjutkan memberi ASI plus makanan lain sampai usia dua tahun– membuat anaknya lebih menonjol dibanding anak lain. ”Anak saya lebih cerdas dan lebih banyak bicara,” kata karyawati RS Dr Sardjito, Yogyakarta, ini, pekan lalu. Hal yang sama diakui Tati Sutarti (37) warga Kelurahan Gedong, Jakarta Timur. Anaknya, Alfa Reza yang kini berusia 1,5 tahun terlihat lebih aktif, memiliki tinggi dan berat badan seimbang, serta lebih artikulatif berkata-kata. Selain itu, dengan memberikan ASI, Tati yang bergaji Rp 1,5 juta per bulan ini, tak dipusingkan biaya susu kaleng. Baru 39,5 persen
Kendati manfaat ASI sedemikian nyata, namun jumlah ibu menyusui di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif enam bulan hanya 39,5 persen. Yang dimaksud ASI eksklusif adalah hanya ASI-lah satu-satunya makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh bayi selama enam
bulan, tidak diselang-selingi makanan dan minuman lain seperti susu formula, bubur, pisang, madu, dan lain-lain.
Bila merujuk pengertian itu, angka 39,5 persen tersebut bisa lebih rendah mengingat metode surveinya hanya menanyakan apa yang diberikan para
ibu kepada anaknya dalam satu hari atau one day memory. Survei tidak
merunut lagi apa yang diberikan kepada bayi dua hari lalu, sepekan lalu,
sebulan lalu, dan seterusnya. Survei sebelumnya menemukan pemberian ASI eksklusif lebih rendah. Tahun 1995 lalu, Utami Roesli mengatakan pihaknya melakukan penelitian di Jabotabek, didanai Unicef. Karena metode surveinya menanyakan apa yang diberikan ibu kepada bayinya selama empat bulan terakhir, hasilnya hanya lima persen ibu yang memberikan ASI eksklusif. ”Padahal itu hanya empat bulan lho,” katanya. Apakah data-data tersebut tidak bergerak naik mengingat tren pemberian ASI eksklusif terus meningkat? Belum ada memang data terbaru yang lebih up to date. Direktur Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan, Ina ernawati, mengatakan Depkes masih menunggu hasil survei kesehatan dasar. Tapi, melihat perkembangan kesadaran masyarakat tentang ASI, dia optimistis angka ibu yang memberi ASI eksklusif tahun 2008 mendatang sudah mencapai 65 persen. Untuk lebih mempromikan, mendorong, dan melindungi pemberian ASI kepada anak-anak Indonesia, Ina mengatakan Keputusan
Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No 450/2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif Selama Enam Bulan, sedang dalam proses revisi dan ditingkatkan statusnya menjadi peraturan pemerintah (PP). Selain lebih kuat, PP itu akan mengikat banyak pihak, plus sanksi. Sanksi itu, kata dia, antara lain akan dijatuhkan kepada sarana pelayanan kesehatan seperti RS dan klinik yang terang-terangan mempromosikan susu formula. Lewat PP itu, dia juga berharap kemasan susu formula menuliskan ASI lebih baik dan bahwa susu formula hanya makanan pendamping ASI. ”Sekarang sudah ada, tapi masih kecil. Kita berharap tulisan itu diperbesar agar ibu-ibu tahu,” katanya. Perbandingan IQ Anak ASI dan Non-ASI Pada usia 18 bulan, anak yang diberi ASI memiliki IQ 4,3 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak diberi ASI. > – Pada usia tiga tahun, anak yang diberi ASI memiliki IQ 4-6 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak diberi ASI. Pada usia delapan setengah tahun, anak yang diberi ASI
memiliki IQ
8,3 poin lebih tinggi dibanding anak yang tidak diberi ASI.

Sumber: Depkes