BEBERAPA HAL BARU TENTANG HEPATITIS B
Oleh: Dr. Handrawan Nadesul

Sejak ditemukannya virus Hepatitis B, banyak hal-hal baru terungkap mengenai penyakit Hepatitis Byang ditakuti lantaran keganasannya itu. Apa saja?

Mengapa Hepatitis B paling ditakuti?
Ada tujuh jenis infeksi virus Hepatitis, mulai dari Hepatitis A sampai Hepatitis G. Yang paling ditakuti adalah Hepatitis B. Selain lebih ganas dan lebih gampang menular, jumlah kasus dan sumber penularnya pun banyak berkeliaran di sekitar kita. Orang-orang dekat, tetangga, atau siapa tahu diri kita sendiri.
Dibandingkan virus AIDS (HIV), virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Mengingat besarnya populasi Indonesia, maka jumlah kasus maupun pembawa virus namun tak sakit (carrier) relatif lebih banyak dibanding yang populasinya kecil. Carrier Hepatitis B bisa jadi berada dekat sekali di sekitar kita, mungkin di rumah kita sendiri.
Kebanyakan pasien Hepatitis B akan menyembuh. Sebagian kecil saja yang langsung meninggal oleh ganasnya virus, atau sebab ketahanan tubuh yang rendah (Hepatitis fulminant). Sepersepuluh kasus Hepatitis B akan berkembang menjadi Hepatitis menahun (Chronic hepatitis). Pasien dengan Hepatitis B menahun, sebagian menjadi tidak aktif lagi, namun sebagian lagi akan terus memburuk dalam hitungan tahun (Chronic Active Hepatitis).
Pasien dengan Hepatitis menahun aktif ini yang memikul risiko komplikasi, jika bukan sirosis (Cirrhosis hepatis), akan menjadi kanker hati (Carcinoma hepatis). Kedua komplikasi ini lazimnya berakhir dengan kematian.
Selain tabiat virus, wawasan medis dan pranata kesehatan masyarakat kita yang umumnya belum tinggi juga akan menambah subur pertumbuhan virus dan kasus Hepatitis B di negara kita. Oleh karena ketidaktahuan akan penyakitnya, masyarakat kita menjadi lebih gampang tertular. Dan setelah tertular, juga oleh karena ketidaktahuan bahaya penyakitnya, lalu sering mengabaikan penyakitnya. Sebagian lain sebab ketidakmampuan ekonomi, tidak pergi berobat.
Kelompok masyarakat ini yang kemudian menjadi sumber penular gelap Hepatitis, sebab dalam tubuhnya terdapat virus Hepatitis B yang siap menularkannya kepada pasangan hidup, anak-anak, dan orang serumah. Selain juga kemungkinan terhadap wanita penghibur dan prostitusi lewat hubungan seksual. Para sopir bus malam, sopir truk, di warung remang-remang, misalnya.
Pengidap Hepatitis B yang tahu sakit dan sadar untuk berobat belum tentu mampu mengobati, karena alasan ekonomi. Untuk suntikan Interferon, obat anti-Hepatitis B pertama (tahun 1980-an), perlu dana sedikitnya 5.550 dolar setiap pasiennya. Sekarang ada obat minum pertama (tidak perlu suntikan) yang lebih murah, Lamivudine, namun masih perlu mengeluarkan seribuan dolar AS untuk sekian bulan terapi setiap pasiennya.
Pemerintah sendiri tentu tidak mampu mengongkosi pengobatan seluruh pasien Hepatitis B yang jumlah carrier-nya di Indonesia sudah jutaan kasus. Itu berarti semakin banyak orang-orang di sekitar kita berkeliaran tanpa diobati, bisa jadi kurang sadar pula bahwa dirinya merupakan sumber penular abadi yang berbahaya bagi masyarakat di sekitarnya.

Apa masalah Hepatitis B di Indonesia?
Hepatitis B bermasalah di Indonesia, pertama oleh karena carrier-nya tergolong banyak, nomor tiga terbanyak setelah Cina dan India. Kedua, imunisasi Hepatitis B pada bayi (Universal Immunization) di Indonesia baru dimulai beberapa tahun lampau (1996). Hal ketiga, belum semua orang berisiko tinggi kena Hepatitis B patuh meminta vaksinasi. Dengan kondisi seperti itu, berarti masyarakat yang telanjur tertular Hepatitis B sudah sekian banyak, dan kian tak terkontrol pula.
Masih banyak masyarakat kita yang belum tahu, bahwa hubungan seks bebas juga bisa menjadi sumber penularan Hepatitis B. Sembarang melacur, lalu seorang suami tanpa disadarinya sebab mungkin tidak tahu, menularkan penyakitnya kepada istrinya, lalu kepada anak-anaknya lewat cemaran cairan tubuh antar-anggota keluarga, atau persalinan bayi. Kendati kemungkinan penularan non-seksual betul lebih kecil, peluang menularkan bukan lewat hubungan seksual antar-orang serumah, bisa saja terjadi.
Tanpa vaksinasi semua orang serumah, bahaya tertular mengancam.
Di luar rumah, penularan virus Hepatitis B bukan mustahil dapat terjadi melalui jarum suntik yang seharusnya sekali pakai buang (disposable syringe), namun mungkin dipakai ulang. Kejadian ini mungkin berlangsung di puskesmas, klinik, atau di layanan kesehatan lain yang kurang terjaga sterilitas alat-alat medisnya.
Yang sama bisa terjadi lewat jarum infus, jarum donor, dan transfusi darah yang mestinya tidak boleh sampai terjadi. Kemungkinan lain lewat jarum tindik, jarum tato, yang belum tentu disterilisasi setiap kali habis dipakai. Begitu pula dengan jarum akupunktur jenis bukan sekali pakai, dan tidak disterilisasi dulu setiap kali dipakai.
Jangan lupa, virus Hepatitis B juga tanpa diduga bisa ditularkan lewat peralatan dokter gigi dan peralatan dokter bedah, jika sterilisasi peralatannya kurang sempurna. Di negara-negara maju, ada ketentuan bahwa sterilisasi peralatan gigi wajib dengan suhu dan bertekanan tinggi (autoclave). Jika tidak disterilisasi autoclave, dari beberapa studi ditemukan masih kedapatan terselipnya virus Hepatitis B dan virus AIDS (HIV) di peralatan dokter gigi. Virus yang tertinggal di peralatan dokter gigi ini yang akan menularkan virus kepada pasien yang diperiksa berikutnya.
Masalah lain, bisa di peralatan bedah atau kamar bedah. Seharusnya ada aturan kalau pasien Hepatitis B dan HIV/AIDS mendapat giliran bedah terakhir pada hari operasi. Tujuannya agar peralatan bedah atau kamar bedah bekas pakai pasien Hepatitis B atau HIV/AIDS tidak sampai mencemari pasien bedah berikutnya pada hari operasi. Namun di Indonesia belum ada aturan seperti itu. Bahkan bisa jadi, pasien bedah tidak diketahui kalau sedang mengidap virus Hepatitis B (HBV-DNA positif).
Masalah lain, Hepatitis B di Asia sering tidak mempan diobati dengan suntikan Interferon. Untuk itu perlu diganti dengan obat golongan lain, yakni Lamivudine.

Mengapa Hepatitis B lebih bermasalah di Indonesia?
Seperti sudah ditulis di atas, selain angka penyakit maupun carrier Hepatitis B di Indonesia yang terbanyak ketiga di dunia, kondisi masyarakat, higiene dan sterilitas layanan medis puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit, dokter bedah, maupun dokter gigi, pun belum seluruhnya sempurna. Itu berarti, semakin mudah dan sederhana orang sehat tertular Hepatitis B. Bahkan dari sekadar jarum suntik bekas (narkoba) atau jarum tato, dan jarum akupunktur sekalipun.
Dibandingkan angka kasus AIDS di Indonesia yang belum satu juta, dan sebaran pembawa virus HIV/AIDS yang lebih terbatas di lingkungan pelaku seks bebas, maka percepatan penularan HIV/AIDS tentu tidak selaju dan serentan orang tertular Hepatitis B.

Apa perbedaan penyakit Hepatitis B dengan AIDS?
Cara penularan Hepatitis B dan AIDS nyaris sama. Namun, masa tunas Hepatitis B jauh lebih pendek, paling lama 3 bulanan, dibanding AIDS yang sampai bertahun-tahun (8 tahunan), baru muncul penyakitnya.
Berbeda dengan AIDS yang sampai sekarang masih belum bisa dicegah dengan vaksinasi, setiap orang sudah bisa dikebalkan terhadap bahaya penularan virus Hepatitis B. Namun, yang menjadi masalah, tidak setiap orang menganggap perlu imunisasi, atau tidak merasa perlu minta vaksinasi, walau berisiko tinggi tertular Hepatitis B. Jika ada orang serumah yang positif Hepatitis B, misalnya, seluruh anggota keluarga mestinya tidak abai untuk perlu minta vaksinasi.

Apa yang terjadi jika terkena Hepatitis B?
Kemungkinan untuk sembuh sendiri hampir 90 persen, asal daya tahan tubuh kuat. Namun, jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan tanda-tanda kecenderungan penyakit memburuk, perjalanan penyakit umumnya akan berlangsung terus memburuk lebih dari 6 bulan. Tergantung ketahanan tubuh juga. Memburuk menahun ini bisa tidak aktif, bisa juga bersifat aktif. Yang menahun aktif ini yang akan berkomplikasi kalau bukan sirosis, yaitu berubahnya jaringan hati menjadi jaringan yang tidak berfungsi sebagai hati. Jika seluruh hati berubah menjadi bukan jaringan hati, maka hati sudah tidak berfungsi sama sekali, dengan segala akibat buruknya.
Penyakit hati menahun aktif dapat juga berakhir dengan kanker hati. Kanker hati umumnya bersifat ganas, dan nyaris tak mungkin bisa ditolong lagi. Maka untuk mencegah agar kerusakan hati tidak terus memburuk, penyakit Hepatitis B perlu diobati sepagi mungkin.

Apakah Hepatitis B bisa disembuhkan?
Bisa. Sekarang obat-obatan yang tersedia di pasaran sudah bisa menyembuhkan Hepatitis B, asal hati belum telanjur rusak seluruhnya. Selain Interferon, kini ada pilihan Lamivudine dengan angka keberhasilan yang cukup tinggi. Dunia kini juga bertumpu pada obat paling baru, yakni golongan Adefovir dipivofil, yang memberikan harapan baru bagi pasien Hepatitis B yang mungkin sudah kebal terhadap obat lama. Jadi, sebetulnya tidak ada alasan untuk putus asa. Namun pusat masalahnya bagi kita di Indonesia, bukanlah hanya itu.

Mengapa vaksinasi Hepatitis B jauh lebih penting?
Sudah barang tentu, mengingat harga obat anti-Hepatitis B masih tinggi buat rata-rata kocek pasien kita, dan daya rusak virus terhadap hati sedemikian ganas dan sering tak tertahankan. Jadi, yang paling baik adalah jangan sampai kita telanjur terkena. Selain dapat terhindar dari bahaya kematian atau kerusakan hati yang berat, ongkos vaksinasi pun tidak setinggi harga obatnya. Jadi, mendahulukan vaksinasi jauh lebih baik ketimbang berobat setelah telanjur tertular.

Siapa yang memerlukan vaksinasi Hepatitis B?
Semua bayi baru lahir sebaiknya dikebalkan terhadap kemungkinan tertular entah dari mana, mengingat endemisitas Hepatitis B di Indonesia tergolong tinggi (17 persen). Selain bayi baru lahir, semua orang berisiko tinggi tertular seperti pekerja medis, yang sering cuci darah, sering berkontak dengan bahan darah, ada anggota keluarga positif virus Hepatitis B, pekerja seks, gay, pasien penyakit darah, yang sering transfusi darah, dan mestinya para remaja juga. Jadi, siapa saja dalam kondisi seperti di Indonesia ini agaknya memerlukan perlindungan vaksinasi itu.

Apakah orang yang tidak tergolong berisiko tinggi tertular Hepatitis B juga perlu vaksinasi?
Bagi orang yang yang tidak tergolong berisiko tinggi tertular sebetulnya memang tidak berindikasi untuk divaksinasi. Namun, jika ditanya apa perlu divaksinasi, tidak ada jawaban yang sama untuk semua orang.
Jika kita melihat belum seluruhnya baik kondisi sterilitas peralatan layanan medis di Indonesia, tingginya angka carrier yang berkeliaran di sekitar kita, dan masih tingginya ongkos berobat, maka buat kita, kendati memang bukan orang yang berindikasi perlu divaksinasi, minta vaksinasi tak salah untuk dipertimbangkan.

Bagaimana persiapan vaksinasi?
Bayi langsung diberi suntikan vaksin sejak lahir, berturut-turut tiga kali selang sebulan, lalu 5 bulan berikutnya. Untuk orang dewasa, lazimnya diperiksa darah dulu untuk menilai status darahnya sehubungan dengan Hepatitis B-nya. Untuk itu diperiksa darah HBsAg, Anti-HBc, dan Anti-HBs. Melihat hasil ketiga nilai itu, dokter akan menentukan apakah seseorang perlu atau masih perlu divaksinasi.
Jika dari hasil pemeriksaan ternyata tubuh sudah memiliki kekebalan cukup terhadap Hepatitis B, vaksinasi tidak perlu lagi diberikan. Hanya pada tubuh yang belum kebal, atau kekebalannya masih di bawah standar, vaksinasi masih diperlukan.
Untuk mengetahui apakah vaksinasi memberikan hasil, setelah serangkai vaksinasi diberikan (setelah 6 bulanan), pemeriksaan darah perlu diulang untuk melihat apakah tubuh merespon pembentukan zat kekebalan dengan melihat kadar Anti-HBs dalam darah.
Jika ternyata zat kekebalan terhadap Hepatitis B-nya masih negatif atau kadarnya di bawah standar, vaksinasi perlu diulang sampai zat kekebalan mencapai kadar sekurang-kurangnya sama dengan nilai standar.