Komunikasi, sesungguhnya tidak hanya terbatas dalam bentuk kata-kata. Komunikasi, adalah ekspresi dari sebuah kesatuan yang sangat kompleks : bahasa tubuh, senyuman, peluk kasih, ciuman sayang, dan kata-kata. Seni mendengarkan, membutuhkan totalitas perhatian dan keinginan mendengarkan, hingga sang pendengar dapat memahami sepenuhnya kompleksitas emosi dan pikiran orang yang sedang berbicara. Bahkan, komunikasi yang sejati, sang pendengar mampu memahami apa yang terjadi / yang dirasakan oleh lawan bicara meski dengan kata-kata yang sangat minimal.

Bagaimana Cara Mendengarkan Yang Baik ?

Di awal artikel ini pembaca dapat menarik gambaran bagaimana suasana hati Rekan kita dan apa yang diharapkannya ketika ia mencoba “berkomunikasi” dengan kita; dan bagaimana keadaan “hati” Rekan kita setelah itu? Kejadian tersebut tampaknya sangat umum terjadi di mana-mana, di hampir setiap hubungan.  karena setiap orang  memiliki masalahnya masing-masing hingga seringkali memblokir hubungan positif yang seharusnya terjalin antara mereka dengan Rekan kita-Rekan kita. Tapi, bukan berarti hal itu dapat selalu dimaklumi, bukan? Bagaimana pun, setiap kita , perlu diingatkan kembali, bagaimana cara “mendengarkan” Rekan kita.

1.Fokuskan perhatian Rekan kita

Pada saat Rekan kita mencoba mengatakan sesuatu, berilah perhatian sepenuhnya pada ceritanya. Untuk itu, alangkah baiknya jika kita mengalihkan perhatian sejenak dari film atau sinetron yang sedang ditonton, majalah, koran, atau dari pekerjaan yang sedang dihadapi.  Tataplah langsung di matanya sambil memberi kesan bahwa kita benar-benar siap memperhatikan ceritanya, dan mendorongnya untuk bercerita.

2. Re-statement, mengulangi cerita Rekan kita untuk menyamakan pengertian

Tahanlah diri untuk tidak menginterupsi ceritanya sampai Rekan kita selesai bercerita. Ketika Rekan kita selesai bercerita, cobalah memberikan kesimpulan berdasarkan hasil tangkapan kita terhadap ceritanya. Pola ini, memberikan feedback bagi kita dan Rekan kita, apakah kita benar-benar telah memahami apa yang diceritakan atau apa yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh Rekan kita.

3.  Menggali perasaan dan pendapat Rekan kita akan masalah yang sedang dihadapi

Kita boleh bertanya pada mereka : “bagaimana perasaan anda, waktu itu….”; cara ini jauh lebih baik ketimbang menjatuhkan penilaian subyektif atas diri mereka : “ah, kamu pasti salah! Kamu kan penakut….” atau “ah, paling kamu menangis…kan kamu cengeng…” atau “kamu nggak menangis, kan? Penilaian tersebut malah membuat Rekan kita frustrasi karena mereka mengharap kita bisa mengerti perasaan mereka, bukan menilai sikap dan perasaan mereka. Selain itu, penilaian subyektif  yang datang terlalu cepat, bisa membuat Rekan kita menarik diri untuk tidak lebih lanjut menceritakan perasaan yang sebenarnya, karena kita sudah punya anggapan tertentu.

4. Bantu Rekan kita mendefinisikan perasaan

Mendengarkan sepenuhnya cerita pengalaman Rekan kita, baik itu menyedihkan dan menyenangkan, membuat kita berdua (dengan Rekan kita) dapat berbagi rasa dan Rekan kita pun akan merasa kita menghargainya. Rekan kita akan biasa bersikap terbuka karena yakin kita pasti bersedia mendengarkan mereka. Jika Rekan kita masih sulit mengidentifikasi perasaan mereka, bantulah dengan mendengarkan cerita mereka sungguh-sungguh, dan melontarkan kesan seperti “Wah..kamu sepertinya sedih sekali”..atau “Kamu kelihatan sangat marah”…atau “kamu sepertinya sedang bosan?”. Rekan kita akan sangat lega ketika kita bisa menangkap perasaan mereka. Interaksi demikian, melatih Rekan kita mengidentifikasikan perasaan mereka secara tepat.

5. Bertanya

Hindari sikap memaksakan pendapat, cara, penilaian kita; alangkah lebih baik jika kita membimbing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka semakin memahami kejadian yang dialami, teman yang dihadapi, perasaan yang mereka rasakan serta sikap – tindakan yang harus mereka lakukan sebagai pemecahannya.

6. Mendorong semangat Rekan kita untuk bercerita

Hanya dengan memberi respon “Ooo….O ya?…Wow!...” sudah menjadi stimulasi bagi mereka untuk makin giat bercerita.Pola ini dapat membuat Rekan kita tenang dan nyaman karena merasa kitamemahami apa yang mereka ungkapkan.

7. Mendorong Rekan kita mengambil keputusan yang tepat

Jika kita ingin membantu Rekan kita menghadapi masalahnya, sebaiknya kita tidak mengambil alih keputusan (“ya sudah, kamu harus seperti ini”) atau tindakan   Sebaliknya, hadirkan beberapa alternatif yang membuat mereka berpikir dan memilih Rekan kitaah solusi terbaik sambil membicarakan akibat-akibat yang bisa dirasakan baik oleh Rekan kita maupun oleh orang lain.

8. Menunggu redanya emosi Rekan kita dan mengajak berpikir positif

Jika Rekan kita masih diliputi emosi yang memuncak hingga membuatnya sulit berbicara, kita jangan memaksakan Rekan kita untuk segera bicara. Kita tidak akan berhasil membuatnya bercerita dan kita pun makin tidak sabar untuk tidak memberikan opini kita padanya. Konflik seringkali terjadi dan ini menyebabkan memburuknya hubungan kita Rekan kita. Berikan waktu untuk menyendiri sampai intensitas perasaannya mereda. Ketika emosinya mereda, Rekan kita akan lebih siap untuk diajak bicara. Sekali lagi, berusahalah untuk tidak memberikan opini kita pribadi, baik terhadap pilihan sikapnya, emosinya, dan tindakannya.Tanyakan pemikiran mereka terhadap masalah ini dan bagaimana kira-kira sikap yang sebaiknya mereka lakukan di kemudian hari. Sikap ini tidak saja menghindarkan Rekan kita dari perasaan dihakimi, namun juga membantu mereka lebih memahami kejadian / peristiwa itu secara obyektif serta menemukan nilai atau pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kejadian itu.

Apa manfaat dari mendengarkan?

Bagi seorang Rekan kita, komunikasi bukan hanya bertujuan untuk membuat orang dewasa atau orang lain mengetahui dan memenuhi kebutuhannya. Dari komunikasi itu lah, Rekan kita dapat menarik kesimpulan, bagaimana orang  memandang dirinya; dan dari kesan ini lah seorang Rekan kita membangun rasa percaya diri dan sense of self.  Rekan kita akan merasa dihargai, merasa percaya diri dan mengembangkan penilaian positif terhadap dirinya, ketika kita menaruh perhatian tidak hanya pada ceritanya, tapi juga pada pendapat, keyakinan, kesimpulan, ide-ide, perasaan, bahkan ketika pendapat tersebut tidak sesuai dengan pendapat kita. Sikap kita yang “mendengarkan” Rekan kita, membuat Rekan kita berani membuat perbedaan dan menjadi berbeda, tanpa takut akan salah, dilecehkan atau ditertawakan. Hal itulah yang menjadi salah satu landasan keberanian dan keinginan Rekan kita, untuk menjadi diri sendiri apa adanya.

Dari tanggapan-tanggapan kita, Rekan kita akan belajar mengenal banyak informasi dan pengetahuan, mendengar sesuatu yang berbeda dari yang dipikirkannya selama ini, melihat alternatif yang lain, menilai pendapat dan tindakannya sendiri, menilai posisi dirinya di mata orang lain, dan menarik kesimpulan apa yang harus dilakukan olehnya. Proses saling mendengarkan dan didengarkan, mengasah daya kritis dan kreativitas berpikir Rekan kita karena ketika antara Rekan kita dengan kita terdapat jalur 2 arah yang terbuka, maka terbuka pula akses informasi, pengetahuan, perasaan, pemikiran dan pengalaman dari kedua belah pihak. Satu sama lain, saling belajar dan saling memperkaya, saling mengenal dan semakin memahami.

Proses komunikasi antara kita dengan Rekan kita, sangat membantu Rekan kita memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Rekan kita dapat mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehingga membantunya untuk mengenali perasaan yang sama pada orang lain. Lama kelamaan, semakin Rekan kita terlatih dalam mengenali emosi, tumbuh keyakinan dan sense of control terhadap perasaannya sendiri (lebih mudah mengendalikan sesuatu yang telah diketahui). Misal, jika Rekan kita sudah tahu bagaimana rasanya marah, sedih, kecewa, takut, kesepian, dsb, maka akan lebih mudah bagi kita memberikan alternatif-alternatif cara menghadapi dan menyelesaikannya.

Mendengarkan Rekan kita secara sungguh-sungguh, membuat Rekan kita percaya pada sahabat, Lingkungan dia berada. Hubungan mutual trust, ini membuat Rekan kita merasa lebih nyaman berada bersama kita, lebih memilih ‘curhat dengan kita dan siap menjadi “partner” ketika kita yang giliran butuh didengarkan.

Evaluasi Diri

Mendengarkan dan didengarkan, adalah kunci hubungan kita-Rekan kita yang sangat bermanfaat, baik untuk pengembangkan kematangan emosional, kepandaian intelektual, kemampuan membina kehidupan sosial yang baik serta penanaman nilai prinsip moral yang baik pada Rekan kita. Dengan mendengar dan didengar, jalur komunikasi 2 arah terbuka lebar antara kita – Rekan kita, memungkinkan keduanya saling mengerti dan membuat kita dapat memberikan dukungan yang diperlukan oleh Rekan kita. Namun sebaliknya, jika kata-kata yang diucapkan Rekan kita hanya sekedar “terdengar” di telinga kita, akan hilang begitu saja terbawa angin dan tidak memberikan makna serta kontribusi apapun dalam proses pertumbuhan Rekan kita.  Nah, apakah kita sebagai kita, tega mengorbankan kualitas perkembangan dan tingkat kematangan emosional, intelektual, moral, dan kemampuan sosial Rekan kita demi kesenangan sesaat (film yang menarik, obrolan gossip yang asik, berita yang sedang dibaca, dan lain sebagainya).….Inilah saatnya kita sebagai kita merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari, apakah kita sudah lebih sering mendengarkan Rekan kita….ataukah, cerita mereka hanya terdengar sayup-sayup oleh kita?


Best Regard
Erwin Arianto,SE