Jalan santai dapat mencegah diabetes tipe-2. [Pembaruan/Alex Suban]

Berjalanlah 30 menit pada tanggal 14 November 2006 tepat pukul 12 GMT atau pukul 19 WIB. Kalau melakukan aktivitas seperti itu, Anda akan menjadi salah satu orang di bumi yang turut berpartisipasi dalam kegiatan World Diabetes Day yang diperingati setiap tanggal 14 November.

“Pesan yang ingin disampaikan adalah jalanlah selama 30 menit, di mana saja, kapan saja, sendiri atau berkelompok, dengan harapan bahwa dengan melakukannya setiap hari maka kita sedikitnya dapat mencegah terjadinya progresivitas diabetes,” kata Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Sidartawan Soegondo di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dijelaskan, gerakan tubuh akan sangat membantu penurunan kemungkinan terjadinya diabetes. Dalam sebuah penelitian tahun 1997, 2001, dan 2002, terbukti diet yang sehat dan olahraga teratur dapat menurunkan kemungkinan terjadinya diabetes hingga 58 persen. Sedangkan mengonsumsi obat-obatan, jenis metformin, hanya menurunkan 31 persen.

Gaya Hidup

“Jadi sebenarnya diet dan gaya hidup sehat paling penting untuk mencegah diabetes. Itulah mengapa kita mengampanyekan jalan kaki selama 30 menit pada peringatan Hari Diabetes Sedunia,” katanya.

Tips yang sederhana itu, menurut Sidartawan, merupakan obat yang sangat manjur untuk mengatasi diabetes tipe-2 yang merupakan jenis paling banyak diderita.

Dan dalam sebuah studi yang baru saja diluncurkan, studi Diabetes Reduction Assessment with Ramipril and Rosiglitazone Medications/ DREAM), terbukti bahwa diabetes tipe-2 dapat dicegah apabila saat pradiabetes seseorang mendapat intervensi tertentu.

Dalam penelitian yang melibatkan 5.269 pasien, berumur 30 tahun atau lebih (rata-rata umur 54,7 tahun) dengan toleransi glukosa terganggu (TGT), gula darah puasa terganggu (GDPT), atau keduanya, hal tersebut berhasil dibuktikan.

Penelitian itu melibatkan pasien yang berasal dari 191 lokasi penelitian dari 21 negara meliputi Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, India dan Australia.

Hasil penelitian DREAM menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan TGT dan atau GDPT yang menerima rosiglitazone, mengalami penurunan 62 persen risiko untuk berkembang ke arah terjadinya diabetes melitus tipe-2.

Selain itu, dibandingkan dengan kelompok plasebo, kelompok pasien yang diberikan rosiglitazone mempunyai 70 persen kemungkinan lebih tinggi untuk kembali mempunyai kadar gula darah normal. Penemuan ini juga menunjukkan bahwa rosiglitazone dapat mengurangi peningkatan terjadinya risiko diabetes yang biasanya berhubungan dengan obesitas, suatu faktor risiko utama pada perkembangan diabetes.

Tetapi, pihak yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan izin beredarnya obat di Amerika Serikat, FDA, masih melarang peredaran obat jenis tersebut sebagai obat pencegah diabetes.

“Sepertinya FDA sangat berhati-hati apakah obat bisa digunakan untuk mencegah berkembangnya penyakit,” kata Ketua Pekumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Pradana Soewondo.

Meski masih mendapat hambatan dari FDA sebagai obat pencegah diabetes, sebenarnya studi itu berangkat dari keprihatinan kalangan kedokteran yang melihat diabetes sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Telah ditemukan bahwa terjadi kondisi pradiabetes sebelum seseorang divonis menderita diabetes tipe-2. Dan pada saat kondisi pradiabetes, seseorang dapat kembali menjadi normal bila saat berada di kondisi tersebut segera mendapat pengobatan.

Kondisi pradiabetes, dijelaskan Ketua Perhimpunan Edukator Diabetes Indonesia (PEDI) Aris Wibudi, adalah suatu kondisi dengan kadar gula darah lebih tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes.

Dan terbukti pradiabetes merupakan faktor utama perkembangan diabetes tipe-2 meski tidak semua penderita pradiabetes menjadi diabetes tipe-2.

Menurut WHO, kadar gula darah dikatakan normal bila GDPT ada di bawah 110 mg/dl, dan bila di atas 126 mg/dl disebut diabetes. Antara 110 mg/dl dan 126 mg/dl ini disebut pradiabetes. Demikian juga bila TGT antara 140-200 mg/dl, tergolong pra-diabetes.

Tidak Sadar

Menurut Aris, orang sering kali tidak sadar dengan kehadiran diabetes. “Biasanya orang sadar terkena diabetes bila sudah terjadi komplikasi seperti mata rabun atau katarak, impotensi dan jantung. Sering kali begitu komplikasi sudah terjadi, orang baru tahu sudah terkena diabetes,” jelasnya.

Pradiabetes terjadi ketika tubuh sudah tidak memberi reaksi yang baik terhadap insulin alami tubuh, dan kondisi itu disebut resistensi insulin yang menyebabkan kadar gula dalam darah naik, tetapi tidak cukup tinggi untuk masuk dalam kategori dabetes.

Selain itu, pradiabetes juga disebabkan insulin yang diproduksi dan dikeularkan oleh sel b-pankreas dan terbukti adanya kehilangan progresivitas fungsi sel-b pada pasien pradiabetes dan diabetes melitus tipe-2.

Mengingat tingginya kemungkinan terjadinya diabetes, ada faktor risiko yang membuat kita harus waspada.

Pertama, orang-orang yang berusia 45 tahun atau lebih dan mempunyai kelebihan berat badan. Kedua, orang yang berusia 45 tahun atau lebih dengan berat badan normal juga berisiko untuk diabetes tipe-2, karena mempunyai sejarah keluarga yang menderita diabetes.

Selain itu, terdapat etnis tertentu yag mempunyai kecenderungan untuk terkena diabetes lebih tinggi, seperti Aborigin, Hispanik, Asia, Asia Selatan, atau turunan Afrika.

Meski para penderita pradiabetes mempunyai risiko lebih besar menjadi diabetes, tetapi bukan berarti semua orang akan berkembang ke tahap berikutnya. Hasil percobaan medis sebagian besar menunjukkan antara 29-55 persen penderita pradiabetes akan berkembang menjadi diabetes tipe-2 dalam kurun waktu 3 tahun.

Dan dalam percobaan lain dengan jangka waktu yang lebih lama, angka tersebut meningkat antara 43-68 persen dalam waktu 6 tahun.

“Sebenarnya kehadiran obat lebih pada membantu karena orang sering sulit untuk mengikuti gaya hidup sehat. Sebagai contoh, latihan yang bagus adalah mencoba 14.000 langkah setiap hari. Saya mencoba untuk menjalani itu. Tetapi setiap hari, dengan aktivitas mengajar, di rumah sakit, teryata saya hanya mampu 5.000 langkah. Memang untuk berdisiplin menjalani pola hidup sehat agak sulit, meski bukan berarti tidak mungkin,” kata Aris. [A-22]