Oleh : Gede Prama

Ketika Jack Welch menjadi nara sumber seminar di Jakarta, seorang peserta bertanya, bagaimana ia bisa mengelola gurita usaha yang demikian besar dan berhasil?

Entah ia rendah hati, entah benar-benar seperti itu keadaannya, salah satu CEO terkemuka dunia ini berujar, tidak ada yang bisa melakukan pekerjaan sebesar itu seorang sendiri. Bahkan, diapun tidak sanggup melakukannya. Ia melakukan semua pekerjaan besar ini, bersama-sama orang-orang terbaik Yang dimiliki General Electric. Oleh karena alasan terakhirlah, maka setiap kali Welch berjalan-jalan keliling dunia, ia selalu mencari orang-orang terbaik.

Bila benar demikian, rupanya salah satu kunci keberhasilan dalam mengelola gurita usaha yang demikian meraksasa, adalah mencari dan memilih orang yang tepat. Sebagaimana pernah saya tulis, begitu orang-orang berada di tempatnya yang tepat, mesin organisasi akan hidup dan lari cepat dengan sendirinya.

Persoalannya sekarang, bagaimana kita bisa menemukan orang-orang tepat ini dalam keseharian ?

Sebagai orang yang telah lama malang melintang membantu klien di sektor SDM, serta bergaul luas dengan banyak sekali rekan psikolog yang berjam terbang tinggi dalam memilih orang, saya sampai pada kesimpulan : memilih orang bukanlah perkara yang mudah.

Lebih-lebih memilih orang potensial, sekaligus tepat di posisinya serta berkinerja tinggi.

Seringkali terjadi, mencari orang seperti menanam pohon. Ketika bertemu bibit yang tepat, lahannya kurang mendukung. Kadang terjadi, karena tidak ada pilihan, terpaksa memilih bibit yang kurang memadai. Akan tetapi, karena lahannya subur, maka berkembanglah sang bibit secara meyakinkan. Idealnya memang, bibitnya baik dan lahannya subur. Sayang kehidupan nyata jarang dalam kondisi ideal. Satu ketika, saya pernah menemukan seorang manajer dengan potensi yang tinggi, sekaligus memiliki kemampuan interaksi yang mengagumkan. Namun, bertemu dengan lingkungan pemilik dengan gaya ‘memiliki’ karyawan. Di mana pekerjaan pribadi dicampur dengan pekerjaan kantor, tidak mengenal hari libur, ketika harus berkumpul dengan keluarga mendadak dipanggil. Maka larilah calon potensial tadi entah kemana.

Belajar dari sini, mampu menggaji orang tidak otomatis bisa membuat orang dan organisasi berkinerja tinggi. Ada faktor kedua setelah mampu menggaji, yakni kemampuan untuk menggunakan sang calon. Tanpa kemampuan terakhir, keadaan hanya akan menyerupai bibit unggul yang ditanam di atas batu
kering.

Di sinilah letak kelalaian banyak orang berduit. Punya uang tetapi tidak bisa menggunakan orang secara tepat dan pas. Ujung-ujungnya, kadang konsultan yang disalahkan, kerap alat test yang dianggap keliru, psikolog dikatakan kurang kompeten.

Lebih-lebih kalau ‘lahan kering’ tadi bertemu dengan kebiasaan tidak sabar untuk sedikit-sedikit memecat orang.

Padahal, mencari orang berbakat sekaligus cocok dengan kita lebih mirip dengan mencari berlian, dibandingkan dengan mencari sumber bau busuk. Mencari berlian memerlukan waktu, ketekunan, kesabaran dan tidak jarang malah membutuhkan pengorbanan. Namun mencari sumber bau busuk, ia relatif lebih mudah.

Ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan dan pengusaha. Ia juga berlaku pada pribadi-pribadi yang merasa memiliki berlian di dalam dirinya. Untuk menunjukkan bahwa diri Anda berlian memerlukan waktu yang amat panjang, pengorbanan dan kesabaran.

Lain halnya kalau mau menunjukkan kebusukan-kebusukan. Dalam waktu yang amat pendek, semua orang tahu akan kebusukan-kebusukan tadi.

Saya pernah memiliki seorang mantan atasan yang amat tekun. Sejak tamat SMU telah mulai bekerja, sambil bekerja ia kuliah. Tidak jarang ia melaksanakan pekerjaan setingkat kuli. Untuk sampai pada posisi tertinggi di dalam perusahaan, ia sudah mendaki tangga karir yang terjal, berat, menggoda dan menyakitkan. Setelah dua puluh tahun, baru pemilik tahu kalau dialah berliannya.

Lain halnya dengan bau busuk. Lihat saja mantan menteri yang dibawa ke pengadilan gara-gara korupsi. Hanya butuh waktu bulanan untuk menghancurkan seluruh bangunan karir dan reputasinya yang selama ini amat menjulang.

Belajar dari sini, bagi perusahaan maupun bagi pribadi, teramat penting untuk menyadari hakikat mendalam dari berlian dan bau busuk.

Kita semua memang tidak menyukai bau busuk dan menyukai berlian. Namun, sebagaimana cerita di atas, untuk menemukannya atau untuk ditemukan orang lain, memerlukan tenggang waktu dan pengorbanan yang amat berbeda.

Bercermin dari sini, setiap kali ada gangguan atau godaan karir, saya belajar untuk menempatkannya dalam kerangka berlian dan bau busuk ini. Demikian juga kalau menghadapi klien tidak sabar dan mau cepat-cepat tahu berliannya.

Sebagaimana kita berproses secara panjang dan kompleks menjadi manusia dewasa. Berlian dalam bentuk karyawan, maupun diri kita juga sama. Ada kalanya kita memiliki kinerja yang turun drastis. Ada saatnya orang demikian bergairah dalam memacu prestasi.

Kalau hanya karena ketidaksabaran, egosime dan sejenisnya kita memfokuskan pada bau busuk ? dan lupa potensi berliannya ? tidak ada
perusahaan yang akan menemukan berlian.

Demikian juga dengan Anda yang menyimpan berlian dalam diri masing-masing.

Benar ungkapan orang bijak, di manapun ” berlian ” tetap ” berlian”. Akan tetapi, agar berlian Anda ditemukan orang, diperlukan banyak usaha dan pengorbanan.