Penderita keropos pada tulang atau biasa disebut osteoporosis, cukup berbahaya. Ortopedik Siloam Hospitals dr Jeffrey Tedjajuwana SpoT yang ditemui belum lama ini mengatakan, osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, yakni sekitar 60-75 persen, termasuk wanita yang mengalami penghentian siklus menstruasi.

Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Namun, umumnya baru dirasakan pada usia 50 tahun ke atas, sehingga penyakit ini tidak mudah dideteksi sejak dini.Selain menopause, penyakit tertentu juga dapat menyebabkan wanita lebih cepat mengalami osteoporosis. Seperti pengangkatan indung telur yang disebabkan penyakit kanker atau tumor maupun penyakit lainnya dan bisa didapatkan saat usia muda.

“Hormon estrogen dari ovarium adalah salah satu peran utama dalam regulasi kalsium dalam tubuh wanita, kalau kedua ovariumnya diangkat, otomatis produksi hormon estrogen berkurang banyak. Kurangnya fungsi hormon ini mempercepat kejadian osteoporosis,” ujar Jeffrey.

Meski jarang terjadi, lanjutnya, gangguan metabolisme absorbsi kalsium juga mempercepat terjadinya osteoporosis. Meski lamban, jika penyerapan kalsium sudah terganggu saat usia anak, maka akan lebih cepat terjadi keropos dan rapuh pada tulang.

Walaupun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko.

Walaupun osteoporosis bisa dicegah dan diobati, tetap saja kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit ini tidaklah sedikit. Selain komplikasinya berbahaya dan membutuhkan biaya perawatan yang besar, juga menghilangkan masa produktif, baik pasien sendiri maupun yang orang menunggui atau merawatnya.

Kondisi ini tidaklah sepele, namun menurut Jeffrey, perhatian masyarakat umum terhadap osteoporosis belum menjadi prioritas utama. “Secara umum masyarakat belum memprioritaskan mengenai pencegahan penyakit ini. Karena dianggap penyakit ini merupakan kondisi yang tidak mengancam nyawa seperti penyakit lain. Hanya berhubungan dengan penuaan, sehingga dianggap wajar,” ujarnya.

Bisa dicegah

Meski edukasi mengenai fakta seputar penyakit osteoporosis sangat penting untuk membukakan mata dan meningkatkan kesadaran akan ancaman penyakit osteoporosis, hal ini pun masih kurang mendapat perhatian. Padahal, penyakit ini bisa dicegah atau minimal menghambatnya menjadi osteoporosis dini dengan olahraga rutin, asupan kalsium yang cukup, paparan sinar matahari, serta pola hidup yang teratur.

Olahraga bisa menguatkan tulang. Orang yang tidak pernah berolahraga lebih berisiko terkena osteoporosis. “Paling tidak olahraga jalan secara rutin 3 kali seminggu dengan lamanya waktu, kurang lebih 30 menit,” lanjutnya.

Pola hidup yang teratur pun bisa mencegah penyakit ini. Orang yang suka mengonsumsi rokok dan minuman keras, lebih cepat mengalami osteoporosis.

Asupan kalsium yang cukup sangat penting mempertahankan kepadatan tulang. Kalsium berasal dari makanan dan suplemen. Makanan yang mengandung banyak kalsium adalah susu dan produk turunannya seperti keju, cereal, dan yoghurt. Selain susu, ikan teri, dan sayuran seperti brokoli juga mencukupi sebagai asupan kalsium bagi tulang.

Beberapa penelitian membuktikan, jumlah kandungan kalsium pada 100 gram teri kering mencapai 1.200 mg, atau beda tipis dengan susu dalam takaran yang sama, di mana kalsium yang dikandungnya mencapai 1.450-2000 mg.

Untuk sayuran seperti daun papaya, bayam, sawi, dan brokoli mempunyai kandungan kalsium 110-353 per 100 gram. Sedangkan kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti kacang panjang, susu kedelai, tempe, dan tahu tiap 100 gram memiliki kandungan 124-347 kalsium.

Paparan sinar matahari pun sangat penting untuk mencegah osteoporosis. Meski di Indonesia sinar matahari ada sepanjang tahun, menurut Jeffrey, orang Indonesia justru menghindarinya, karena tidak ingin berkulit cokelat. Berbeda dengan orang Barat yang lebih suka terpapar sinar matahari.

Untuk pengobatan baik terhadap osteoporosisnya sendiri maupun komplikasinya, menurut Jeffrey sebaiknya dilakukan secara tim. Tidak hanya ditangani ahli ortopedik, tapi juga melibatkan ahli penyakit dalam, kebidanan, geriatri, dan hematologi. [Dina Manafe]