SP/Ruht Semiono
Kepala Bidang Humas Polri R Abubakar N (tengah), memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus software bajakan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/3). Polisi yang didukung oleh Business Software Alliance (BSA) menyita 30 komputer dan sebuah laptop milik PT AHL dan PT AI, namun belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini.
Modus penggunaan peranti lunak (software) ilegal atau bajakan semakin beragam saja.
Bila sebelumnya software ilegal dapat diidentifikasi dengan mudah karena tidak memiliki atau mencantumkan label Certificate of Authencity (COA) pada komputer laptop maupun desktop, maka kini label COA itulah yang justru dipalsukan oleh oknum pedagang komputer yang tidak bertanggung jawab.
Sertifikat keaslian Microsoft atau yang dikenal dengan COA biasanya diletakkan pada komputer desktop atau pada bagian bawah laptop sebagai bukti lisensi dari sistem operasi Windows Microsoft. Namun, oknum pedagang komputer yang tidak bertanggung jawab telah mengimpor label COA bajakan atau bahkan sengaja melepas COA asli untuk dipindahkan ke komputer lain. Padahal, peranti lunak yang digunakan tetap saja palsu atau tanpa lisensi.
Trik baru yang mengecoh ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) berhasil membekuk sebuah jaringan penjual dan penyalur COA ilegal di Sentra Perdagangan Komputer Harco Mangga Dua, Jakarta Utara. Razia yang digelar pada 10 Maret 2008 pukul 11.30 WIB hingga selesai pukul 16.00 WIB tersebut berhasil menyita 30 label COA yang diduga palsu.
Direktorat II Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Brigadir Jenderal Wenny Warouw menilai, tindakan yang dilakukan pedagang yang tidak bertanggung jawab itu sama saja dengan upaya penipuan dan bahkan mengelabui Polisi. Maka, hukuman yang akan dikenakan tidak hanya menyangkut pelanggaran terhadap penggunaan peranti lunak bajakan, tapi juga pelanggaran karena telah mengelabui Polisi.
SP/Alex Suban
Label Certificate of Authencity (COA) di bagian bawah laptop
Di sisi lain negara telah kehilangan pendapatan pajak akibat pembajakan itu. “Kehilangan pendapatan pajak akibat pembajakan software ilegal itu dalam tiga tahun terakhir diperkirakan lebih dari Rp 500 miliar,” ujarnya. Peredaran software ilegal itu juga telah memperlemah daya saing Indonesia dalam menarik investor.
Dari kaca mata hukum, kata Wenny Warouw, pembajakan ini melanggar Pasal 72 ayat (3) Undang-undang Nomor 19/ 2002 tentang Hak Cipta, yang menyatakan “Barang siapa sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 500 juta”.
Menurut License Compliance Manager Microsoft Indonesia , Anti S. Suryaman, harga COA bajakan itu dengan yang asli beda tipis. Harga software palsu dengan yang asli hanya terpaut sekitar US$ 5 saja. “Harga Windows asli sekitar US$ 80-85,” ujarnya.
COA asli tidak ada yang dijual terpisah dari cakram instalasi produk Microsoft. “Karena itu bila ada software Microsot yang dijual terpisah, maka sudah pasti itu palsu,” kata Anti.
Namun yang mengherankan, kata LCA of Microsoft Operations PTE, Jonathan Selvasegaram, label COA palsu itu justru dijual dengan harga mahal US$ 70-75 per label. Padahal, harga sebesar itu sebenarnya tidak terpaut jauh dengan harga sebuah software asli Microsoft Windows XP Home.
“Ini aneh, ada konsumen yang tertarik membeli komputer yang ditempel COA palsu dengan harga mahal. Padahal dengan harga yang tak jauh beda, mereka bisa membeli komputer dengan software original,” ujar Jonathan di Jakarta baru-baru ini.
Kuasa Hukum BSA, Benhard P. Sibarani, mengungkapkan kepolisian telah mengantongi nama tersangka dalam kasus COA palsu itu, yaitu inisial A untuk toko WK dan B untuk toko One FI. Kedua tersangka baru dikenakan wajib lapor dan belum ditahan untuk proses penyidikan.
Hingga saat ini, tingkat pembajakan peranti lunak ilegal di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu sekitar 85 persen dari populasi komputer yang beredar di Indonesia. Angka ini masih lebih baik dari 2007 yang mencapai 87 persen. Jonathan Selvasegaram menambahkan, khusus untuk software Microsoft palsu yang beredar di Indonesia mencapai 51 persen atau hanya 49 persen yang asli.
“Agar konsumen tidak terkecoh sehingga membeli software Microsoft bajakan, sebaiknya konsumen membeli perangkat lunak asli di reseller resmi yang terdapat di mal-mal. Biasanya reseller resmi tersebut mencantumkan tulisan bahwa toko mereka menjual software asli Microsoft,” ujar Anti.
Selain itu, kemasan software asli yaitu terbungkus double. Di dalam kemasan perangkat lunak asli tersebut terdapat CD software asli, stiker COA, serta buku panduan. [AMT/N-5]
KOMENTAR