Kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker paling banyak kedua di dunia yang diderita wanita di atas usia 15 tahun. Sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia didiagnosis menderita kanker leher rahim dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahunnya.

Untuk Indonesia, kanker leher rahim atau yang juga disebut kanker serviks merupakan
jenis kanker paling banyak yang diderita perempuan. Tanpa memandang usia dan latar belakang, setiap perempuan berisiko terkena penyakit yang disebabkan oleh virus Human Papilloma (HPV) ini. Bahkan kanker ini sering menjangkiti dan membunuh wanita usia produktif (30 sampai 50 tahun).

Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI) di 13 rumah sakit di Indonesia menunjukkan, kanker leher rahim menduduki peringkat pertama dari seluruh kasus kanker sebesar 17,2 persen diikuti kanker payudara 12,2 payudara.

Insiden kanker di Indonesia masih belum diketahui secara pasti, karena belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan.

Tetapi berdasarkan data Globocan, IARC 2002, didapatkan estimasi insiden kanker payudara di Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan. Sedangkan, kanker leher rahim sebesar 16 per 100.000 perempuan.

Melihat tingginya faktor risiko penderita penyakit ini, sudah seharusnya kaum perempuan melakukan atau deteksi dini. Salah satu metode pendeteksian dini terhadap kanker serviks tersebut, yakni metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). Metode ini tergolong sederhana, nyaman, dan praktis.

Dengan mengoleskan asam cuka (asam asetat) pada leher rahim dan melihat reaksi perubahan, prakanker dapat dideteksi. Biaya yang dikeluarkan pun juga murah, hanya sekitar Rp 5.000.

Selain prosedurnya tidak rumit, pendeteksian dini ini tidak memerlukan persiapan khusus dan juga tidak akan menyakitkan pasien. Letak kepraktisan penggunaan metode ini, yakni dapat dilakukan di mana saja, dan tidak memerlukan sarana khusus.

Pakar Patologi Universitas Indonesia, Marlina Hassan menjelaskan, cukup dengan hanya mengoleskan asam cuka pada leher rahim lalu mengamati perubahannya, lesi prakanker dapat dideteksi bila terlihat bercak putih. Nyaman, karena prosedurnya tidak rumit, tidak memerlukan persiapan, dan tidak menyakitkan.

Untuk deteksi dini kanker payudara dapat menggunakan metode ”Sadari” (periksa payudara sendiri) dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis payudara oleh petugas kesehatan terlatih, pemeriksaan dengan ultrasonografi dan atau pemeriksaan dengan mammografi.

Menyadari pentingnya deteksi dini kanker tersebut, maka dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia dan Hari Kartini, Senin (21/4) lalu, dicanangkan kegiatan nasional Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara oleh Ibu Negara, Ny Hj Ani Yudhoyono di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta Pusat yang diprakarsai Departemen Kesehatan. Tema yang diusung adalah “Dengan Semangat Ibu Kartini Kita Selamatkan Perempuan Indonesia dari Penyakit Kanker melalui Deteksi Dini”.

Pencanangan ditandai penyerahan secara simbolis bantuan Depkes berupa alat deteksi dini kepada 6 bupati (Deli Serdang, Gresik, Kebumen, Gunung Kidul, Karawang, dan Gowa) serta mobil mammografi kepada Direktur Utama RS Kanker Dharmais.

Masalah Dunia

“Kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan salah satu masalah utama kesehatan perempuan di dunia, terutama di negara berkembang, seperti Indonesia, dan salah satu alasan semakin berkembangnya kanker tersebut disebabkan oleh rendahnya cakupan deteksi dini atau screening.

Berdasarkan estimasi tahun 1985 (PATH 2000) hanya 5 persen perempuan di negara sedang berkembang yang mendapatkan pelayanan deteksi dini dibandingkan dengan 40 persen perempuan di negara maju,” ujar Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.

Menurut Menkes, kunci keberhasilan program pengendalian kedua kanker tersebut adalah penapisan yang diikuti dengan pengobatan yang adekuat. Hal ini berdasarkan fakta bahwa lebih dari 50 persen perempuan yang terdiagnosis kanker tidak pernah melakukan penapisan (WHO, 2004).

Walaupun dengan kemajuan saat ini pencegahan primer kanker leher rahim berupa vaksinasi HPV telah tersedia, namun belum dapat menjadi imunisasi massal untuk saat ini, karena mahalnya biaya dan keterbatasan vaksin yang ada di dunia.

Untuk melaksanakan program penapisan kanker leher rahim dan kanker payudara di Indonesia, Departemen Kesehatan bersama profesi terkait pada akhir 2006 telah menyelenggarakan pilot proyek deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara di 6 kabupaten, yaitu Deli Serdang (Sumatera Utara), Gresik (Jawa Timur), Kebumen (Jawa Tengah), Gunung Kidul (DI Yogyakarta), Karawang (Jawa Barat), dan Gowa (Sulawesi Selatan) yang selanjutnya akan dikembangkan di daerah lain.

Menkes menyatakan, deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara adalah terobosan yang inovatif dalam pembangunan kesehatan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian.

“Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk menghindari faktor risiko penyakit kanker, seperti merokok atau terpapar asap rokok (perokok pasif), mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, serta menjaga kebahagiaan pasangan suami istri untuk menghindarkan perilaku seks tidak sehat, papar Menkes. [SP/Eko B Harsono]