Suatu saat di dalam kelas kesenian sedang dilangsungkan diskusi seru
seputar perkembangan film Indonesia. Pak dosen memberi prolog bahwa
saat ini industri film Indonesia sedang dalam gairah-gairahnya.
Yang jadi persoalan untuk didiskusikan adalah bagaimana kualitas film
Indonesia saat ini diukur dari ide, kreativitas, tawaran-tawaran
barunya, tematiknya, dan lain-lain.
Maka terjadilah perdebatan seru seputar analisis, kritik dan
apresiasi film Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa banyaknya film
yang diproduksi bukan indikator kemajuan film Indonesia.
Ada juga yang berpendapat bahwa bagaimanapun banyaknya film yang
sudah diproduksi merupakan bukti kemajuan film Indonesia.
Mahasiswa yang lain berpendapat meskipun film Indonesia saat ini
banyak sekali, namun semua tak berkualitas, “masa gak ada bedanya
film sama video klip,” katanya. Wah pokoknya seru sekali perdebatan
saat itu.
Namun, ada satu mahasiswa yang dari awal diskusi hingga akhir tampak
bengong saja seperti enggan terlibat dalam diskusi.
Pak dosen bertanya: “Anton, dari tadi kamu kok diam saja. Apa kamu
nggak suka dengan film Indonesia?”
“Nggak, Pak.”
“Lho, kenapa?”
“Nggak ada teksnya, Pak. Kalau film barat kan ada teksnya.”
KOMENTAR