“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke baitullah.” (Ali Imran: 97).

Melihat puluhan ribu calon jamaah haji dari Indonesia yang gagal berangkat baru-baru ini, yang mereka memperlihatkan kekesalannya kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab, menunjukkan betapa semangat untuk beribadah haji masih terus tumbuh di hati umat Islam. Ini adalah fenomena yang positif. Semoga saja mereka yang batal berangkat menunaikan ibadah haji tidak terlalu hanyut dalam kekecewaannya yang akan menghilangkan niat baiknya.

Akan tetapi, jika kita hitung jumlah penduduk Indonesia serta begitu banyaknya umat Islam yang kaya dan sangat mampu, tidaklah hal tersebut di atas menggembirakan. Masih banyak kaum muslimin yang mampu yang belum sadar memperhatikan syariat Islam. Belum lagi, jika dilihat dari kesadaran berhaji atas dasar keikhlasan dan takwa, tentu lebih sangat sedikit.

Kaum muslimin harus mengetahui dan memahami bahwa ibadah haji adalah syariat yang penting di dalam Islam. Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Begitu pentingnya ibadah haji, sampai Rasulullah saw. mengisyaratkan, “Barang siapa memiliki bekal dan kendaraan yang dapat mengantarkannya haji ke baitullah tetapi tidak melaksanakannya, semoga saja ia tidak mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani.”

Umar bin Khattab r.a. berkata, “Sungguh aku pernah berkeinginan untuk mengutus beberapa orang ke berbagai penjuru negeri untuk melihat siapa saja yang sehat dan memiliki bekal tetapi tidak berhaji agar diminta jizyahnya serta menganggap mereka sebagai nonmuslim.”

Orang yang mampu tetapi tidak melaksanakan kewajibannya, haji, sama halnya menyepelekan agama. Orang yang menyepelekan agama pantas menerima sikap tidak peduli dari ulama. Bagaimana mungkin ulama bersimpati terhadap orang yang menyepelekan agama.

Sa’id bin Jubair bercerita, “Seorang tetanggaku yang kaya tetapi belum berhaji meninggal, dan aku tidak menyalatinya.”

Jika ulama saja ada yang bersikap demikian terhadap orang yang menyepelekan agama, lalu bagaiamana dengan sikap Sang Pemberi Perintah, Allah SWT? Semoga Allah memelihara kita dari sikap menyepelekan agama-Nya. Amin. (Abu Annisa)