Rencana Allah atas Penciptaan Emas dan Perak

Ulama besar Imam Ghazali (1058 M-1111 M) dalam bukunya yang legendaris Ihya Ulumuddin mengungkapkan bahwa Allah menciptakan Emas dan Perak agar keduanya menjadi `Hakim` yang adil dalam memberikan nilai atau harga, dengan Emas dan Perak pula manusia bisa memperoleh barang-barang yang dibutuhkannya.

Yang dimaksud oleh Imam Ghazali dengan Emas dan Perak dalam bukunya tersebut adalah Dinar yaitu uang yang dibuat dari emas 22 karat dengan berat 4.25 gram, dan Dirham yaitu uang yang dibuat dari perak murni seberat 2.975 gram. Standar berat mata uang Dinar dan Dirham ini ditentukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab sekitar 400 tahun sebelum Imam Ghazali menulis buku tersebut.

Dalam bentuk dan beratnya yang belum standar, Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar (Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelum Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan – maka hal itu menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan Dirham masuk kategori ini. Di lain pihak apa-apa yang ada sebelum Islam, kemudian dilarang oleh Islam melalui Al Qur`an, atau Al Hadits maka hal tersebut tidak boleh diiikuti oleh Umat Islam. Contoh yang terakhir ini adalah berjudi, berzina, minuman keras, riba dlsb. Di Al Qur`an ketika Allah menceritakan tentang pemuda Ashabul Kahfi, juga menyebut mata uang yang dipakai oleh pemuda tersebut adalah mata uang perak (QS 18:19) – yang dikenal kemudian sebagai Dirham – yang menurut para ilmuwan terjadi sekitar pertengahan abad ke 3 masehi atau kurang lebih 4 abad sebelum Islam.

Pertanyaannya adalah apakah Dinar dan Dirham yang dipakai sejak pra-Islam, kemudian terus dipakai dimasa Rasulullah S.A.W, distandarisasi di jaman Umar Bin Khattab dan kemudian dipakai oleh seluruh umat Islam sampai runtuhnya kekhalifahan Osmaniah di Turki tahun 1924, dapat pula kita pakai dalam kehidupan sehari-hari umat Islam di jaman modern sekarang ini ?. Jawabannya adalah pasti dapat !, kaidahnya adalah sebagai agama akhir zaman – tidak ada satu ajaran Islam-pun – yang out of date. Tinggal tantangannya ada pada diri kita sendiri yang hidup di zaman ini untuk dapat mengimplementasikan solusi yang mengikuti ajaran Islam ini dengan menyeluruh atau kaffah – dan kita kembalikan kepada inti ajaran Al Qur`an dan al Hadits untuk segala permasalahan yang kita hadapi.

Beberapa bukti sejarah yang sangat bisa diandalkan karena diungkapkan dalam al-Qur’an dan Hadits dapat kita pakai untuk menguatkan teori bahwa harga emas (Dinar) dan perak (Dirham) yang relatif tetap sedangkan mata uang lain yang tidak memiliki nilai intrinsik terus mengalami penurunan.

(Al-Kahf 019)
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.

Di surat Al Kahfie ayat 19 tersebut diatas diungkapkan bahwa mereka meminta salah satu rekannya untuk membeli makanan di kota dengan uang peraknya. Tidak dijelaskan jumlahnya, tetapi yang jelas uang perak. Kalau kita asumsikan para pemuda tersebut membawa 2-3 keping uang perak saja, maka ini konversinya ke nilai rupiah akan berkisar Rp 30,000 – Rp 45,000. Dengan uang perak yang sama sekarang (1 Dinar sekarang sekitar Rp 15,000 – apabila tidak dikenakan biaya pencetakan yang berlebihan) kita dapat membeli makanan untuk beberapa orang. Jadi setelah lebih kurang 18 abad, daya beli uang perak relatif sama. Coba bandingkan dengan Rupiah, tahun 70-an akhir sebagai anak kos saya bisa makan satu bulan dengan uang Rp 10,000,-. Apakah sekarang ada anak kos yang bisa makan satu bulan dengan uang hanya Rp 10,000 ? jawabannya tentu tidak. Jadi hanya dalam tempo kurang dari 30 tahun saja uang kertas kita sudah amat sangat jauh perbedaan nilai atau kemampuan daya belinya.

Mengenai daya beli uang emas Dinar dapat kita lihat dari Hadits berikut :

”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi S.A.W memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi S.A.W. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)

Dari hadits tersebut kita bisa tahu bahwa harga pasaran kambing yang wajar di zaman Rasulullah, S.A.W adalah satu Dinar. Kesimpulan ini diambil dari fakta bahwa Rasulullah S.A.W. adalah orang yang sangat adil, tentu beliau tidak akan menyuruh ‘Urwah membeli kambing dengan uang yang kurang atau berlebihan. Fakta kedua adalah ketika ‘Urwah menjual salah satu kambing yang dibelinya, ia pun menjual dengan harga satu Dinar. Memang sebelumnya ‘Urwah berhasil membeli dua kambing dengan harga satu Dinar, ini karena kepandaian beliau berdagang sehingga ia dalam hadits tersebut didoakan secara khusus oleh Rasulullah, S.A.W. Diriwayat lain ada yang mengungkapkan harga kambing sampai 2 Dinar, hal ini mungkin-mungkin saja karena di pasar kambing manapun selalu ada kambing yang kecil, sedang dan besar. Nah kalau kita anggap harga kambing yang sedang adalah satu Dinar, yang kecil setengah Dinar dan yang besar dua Dinar pada zaman Rasulullah S.A.W maka sekarangpun dengan 1/2 sampai 2 Dinar (1 dinar sekarang sekitar Rp 800,000) kita bisa membeli kambing dimanapun di seluruh dunia – artinya setelah lebih dari 14 abad daya beli Dinar tetap. Coba bandingkan dengan Rupiah kita. Pada waktu saya SD bapak saya membelikan saya kambing untuk digembala sepulang sekolah, harga kambing saat itu berkisar Rp 8,000. Nah sekarang setelah 35 tahun apakah kita bisa membeli kambing yang terkecil-pun dengan Rp 8,000 ? tentu tidak. Bahkan ayampun tidak bisa dibeli dengan harga Rp 8,000.