Oleh Yanna Saelan

Epilepsi sering dianggap sebagai suatu penghalang, bahkan penyandangnya kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif di segala bidang. Oleh sebab itu, penyandang epilepsi cenderung ”menyembunyikan” fakta bahwa dirinya menderita epilepsi, terlebih bila epilepsinya tidak sering kumat.

Bila ada seorang penyandang epilepsi yang cukup terpandang dan berani memberi kesaksian bahwa dirinya adalah penyandang epilepsi dengan menceritakan apa yang sudah dicapainya. Tentunya hal ini akan sangat membantu dan membesarkan hati para penderita epilepsi lainnya.

Orangtua yang memiliki anak penyandang epilepsi sebaiknya memberitahu guru sekolah anaknya mengenai kondisi kesehatan anak tersebut. Guru tersebut lalu dapat menjelaskan kepada murid-murid lain apa yang dimaksud dengan epilepsi, sehingga teman-temannya akan dapat memahami dan bisa memberikan pertolongan seperlunya bila suatu saat anak kumat di sekolah.

Demikian halnya dengan orang yang bekerja, dianjurkan untuk memberitahu rekan kerjanya bahwa dirinya menderita epilepsi. Namun, bila epilepsi hanya terjadi saat tidur, hal tersebut tidak perlu diinformasikan kepada orang lain.

Bagi penderita epilepsi, melamar kerja bukanlah hal yang mudah. Apalagi pada beberapa perusahaan diperlukan surat keterangan berbadan sehat bagi para pelamar. Terutama pekerjaan yang ”berbahaya” seperti menjalankan mesin potong, bekerja di pabrik alat-alat berat, pengemudi, teknisi listrik dan masih banyak lagi.

Kadang para calon pekerja tersebut enggan bersikap jujur dengan memberitahukan keadaan sebenarnya. Mereka berpikir lebih baik memberitahu nanti saja bila dirinya sudah diterima dan sudah mencapai posisi yang cukup strategis, sehingga akan sulit di-PHK sekalipun terungkap mereka menderita epilepsi.

Bukan hanya pada pekerja dan anak sekolah saja epilepsi ini perlu mendapat perhatian. Para ibu rumah tangga penderita epilepsi yang sehari-harinya hanya mengerjakan pekerjaan rumah juga tak luput dari bahaya.

Para ibu yang sedang memasak, menggoreng dengan minyak panas, atau sedang mengiris dengan pisau tajam bukan mustahil akan mendapat celaka bila saat itu mereka mendapat serangan. Bagi para ibu penderita epilepsi yang memiliki bayi, berhati-hatilah jika sedang memandikan bayinya di bak mandi, atau ketika sedang menggendong.

Di samping itu, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan oleh para penyandang epilepsi dalam kehidupan sehari-hari, agar faktor pencetus serangan dapat dihindari dan bisa mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Beberapa penderita epilepsi sangat sensitif terhadap cahaya yang menyilaukan atau dinamakan ‘photosensitive epilepsy’.

Melihat sinar matahari yang terpantul oleh air atau es dapat mencetuskan serangan, oleh karenanya dianjurkan memakai kacamata gelap ketika berada di luar ruangan. Serangan juga dapat timbul saat menonton televisi, karena cahaya yang berkedip 25-30 kali per menit saat menonton televisi sangat berbahaya bagi mereka.

Televisi baru lebih berbahaya daripada televisi yang lama, karena tabung televisi yang baru memberi cahaya yang lebih kuat. Hal ini dapat disiasati dengan menempatkan sebuah lampu di atas atau di samping televisi yang menghadap kepada penonton agar mengurangi kontras cahaya antara televisi dan sekitarnya.

Ketika mengganti saluran, disarankan pula untuk menutup mata agar mengurangi efek rangsangan cahaya terhadap mata. Juga disarankan untuk duduk sejauh mungkin dari televisi agar cahaya tidak terlalu kuat memasuki mata, yang mana selanjutnya akan merangsang otak dan merupakan pencetus timbulnya serangan. Cahaya lampu diskotek tentu juga dapat merangsang timbulnya epilepsi, oleh karena itu disarankan para penderita tidak pergi ke diskotek.

Alkohol juga dapat mencetuskan timbulnya serangan melalui beberapa cara. Ketika penderita mabuk dan keesokan harinya mengalami ‘hangover’ dengan jantung berdebar, tangan gemetaran, berkeringat, mual, dan muntah membuat risiko terjadinya kejang sangat tinggi, sehingga penderita epilepsi tidak pernah diizinkan untuk mabuk.

Selain itu, alkohol juga dapat menurunkan kadar obat antiepilepsi di dalam darah, sehingga dapat menimbulkan kejang. Hal ini terutama terjadi pada epilepsi jenis ‘juvenile myoclonic’.

Bahkan alkohol dalam jumlah sedikit pun dapat mencetuskan serangan. Penderita epilepsi jenis ini harus menghindari alkohol sama sekali.

Di samping minuman yang jelas mengandung alkohol, tape dan durian adalah contoh makanan yang juga mengandung alkohol. Hingga kini belum dapat dibuktikan bahwa tembakau juga dapat menimbulkan serangan kejang.

Banyak penderita epilepsi mendapat serangan dan dibawa ke unit gawat darurat (UGD) sehabis olahraga tanpa makan yang cukup. Berolahraga boleh saja dilakukan, asalkan tidak memacu emosi seperti olahraga yang kompetitif.

Stres fisik juga dapat menimbulkan serangan kejang. Bila stres fisik merupakan pencetus serangan kejang, terlebih lagi stres mental. Hal ini sering terjadi pada anak-anak yang sangat menginginkan sesuatu hingga timbul serangan kejang.

Sebenarnya, hal ini dapat diatasi dengan cara mengalihkan perhatian anak, atau anak diberi pengertian. Sedangkan pada orang dewasa, bekerja berlebihan dan dibatasi tenggat juga bisa menjadi pencetus.

Jumlah jam tidur yang terlalu sedikit terutama pada epilepsi jenis ‘juvenile myoclonic’ juga merupakan pencetus timbulnya serangan. Bila tidur terlalu larut, sehabis pesta misalnya, disarankan untuk menggantinya dengan bangun terlambat.

Pada orang yang mengalami gangguan pola tidur akibat ‘jet lag’ atau shift malam, dianjurkan untuk menelan pil tidur pada masa transisi ini. Walaupun serangan kejang di kamar mandi tidak sering terjadi, namun bisa saja terjadi pada ‘awakening epilesy’, yaitu epilepsi yang terjadi saat tidak tidur.

Untuk pendetita epilepsi jenis ini, dianjurkan untuk tidak mengunci pintu kamar mandi saat mandi. Pintu kamar mandi harus terbuka ke arah luar supaya tidak terganjal oleh badan penderita bila sesuatu sekali-kali ingin berendam dengan bathtube, dianjurkan ada seseorang yang mengawasi dan siap menolong jika terjadi serangan kejang.

Berenang, memancing atau olahraga lain yang berhubungan dengan air hanya boleh dilakukan bila ada orang lain yang mengawasi dan dapat menolong. Pada penderita yang pensiun dini karena penyakit ini, dianjurkan untuk belajar bagaimana mengisi hari-harinya.

Jangan hanya duduk saja di depan televisi sampai larut malam dan kemudian kurang tidur tanpa melakukan sesuatu yang berguna. Bila mereka tidak tahu bagaimana harus tetap aktif, mereka dapat menghubungi orang-orang senasib dan melakukan kegiatan bersama-sama.

Penulis adalah Dokter di Siloam Hospitals Surabaya.