Oleh: Tunggul D Situmorang

Ginjal (Kidney = REN) merupakan salah satu organ tubuh yang vital dan sangat penting serta sangat menentukan hidup matinya seseorang sebagaimana jantung, hati, paru, dan organ vital lainnya. Organ ginjal yang beratnya hanya 120-170 gram, dengan ukuran kira-kira 11 x 6 x 3 cm tersebut mempunyai fungsi yang sangat vital dan kompleks.

Aliran darah ke ginjal mencapai 1300 cc/menit, memungkinkan organ tersebut, mampu menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh yang dikenal sebagai zat-zat toksik (racun-racun). Zat-zat ini dikeluarkan melalui urin sehingga zat-zat toksik tersebut tidak menumpuk dalam tubuh.

Fungsi menyaring ini dikenal sebagai fungsi filtrasi yang dilakukan oleh glomeruli ginjal. Selain fungsi filtrasi, bagian tertentu dari ginjal yang disebut tubulus berfungsi menyerap kembali (reabsorbsi) elektrolit tertentu sedang bagian lainnya mengeluarkan elektrolit dan menjaga keseimbangan asam basa.

Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa harus tetap dipertahankan dalam menghadapi situasi dan kondisi yang berbeda internal maupun eksternal. Misalnya kekurangan/kelebihan asupan air, perubahan suhu udara, olahraga fisik, diare, dan lain-lain.

Dalam hal mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme tubuh dibutuhkan jumlah urin ideal kira-kira satu setengah liter/hari (1 cc/kg BB/jam). Jumlah urin minimal yang masih dianggap cukup melarutkan zat-zat toksik sebanyak 600 cc/24 jam dan bila kurang dari 200 cc/24 jam, merupakan pertanda yang mengarah tanda bahaya.

Fungsi ginjal yang lain yang juga tidak kurang pentingnya ialah fungsi hormonal, yaitu menghasilkan zat hormon yang berperan dalam pembentukan dan pematangan sel-sel darah merah di sumsum tulang. Jadi, fungsi ginjal ini sangat kompleks meliputi filtrasi, ekskresi, sekresi, dan hormonal, dan semuanya berlangsung secara simultan melalui mekanisme pengaturan sendiri (homeostasis).

Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang ginjal (nephrology) memungkinkan fungsi-fungsi diatas sebagian dapat digantikan dengan dialisis (cuci darah) dan fungsi hormonalnya dengan pemberian obat-obatan. Menggantikan fungsi ginjal ini dikenal sebagai “Renal Replacement Theraphy” (RRT) atau Terapi pengganti Ginjal (TPG).

Pilihan TPG dilakukan bila fungsi ginjal kurang dari 15% dengan gejala-gejala uremik (keracunan). TPG meliputi dialisis maupun transplantasi.

Dialisis bisa berupa hemodialisis (HD) atau peritoneal dialisis (PD). Istilah dialisis yang diterjemahkan sebagai “cuci darah” sebenarnya sangat rancu dan tidak tepat, karena darah tidak pernah bisa di cuci melainkan dibersihkan dari zat-zat toksik.

Di lain pihak istilah ini telah memberikan konotasi yang buruk, tidak mendidik dan menyeramkan sehingga pasien atau keluarga yang dianjurkan untuk dialisis (baca: cuci darah) merasa dunia baginya bak akan kiamat.

Hemodialisis

HD dilakukan dengan menggunakan mesin untuk memompa darah keluar tubuh dan masuk ke ginjal buatan (dialyzer) guna dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan dengan komposisi tertentu (dialysat). Ginjal buatan itu sendiri sebenarnya hanyalah serat-serat seperti kapiler darah yang terbuat dari cellulose atau cuprophan dan lain-lain yang berfungsi sebagai membrana dengan sifat semi permiabel.

Peritoneal Dialisis (PD), ialah dialisis melalui rongga peritoneum (rongga perut) sehingga sering disebut “cuci-darah” melalui perut. Prinsipnya sama dengan HD, tetapi yang berfungsi sebagai ginjal buatan (dialyzer) adalah selaput (membrane) yang bersifat semipermiabel, yaitu kapiler pembuluh darah yang ada di selaput rongga perut (rongga peritoneum).

Besarnya biaya tentunya menjadi kendala dan tantangan bagi pasien dan keluarga. Mereka cukup beruntung apabila biaya diganti oleh pihak asuransi, kantor ataupun pemerintah, dan lain-lain. Di negara yang maju penanggulangan akan hal ini sudah sangat lebih baik dan umumnya dibiayai oleh negara ataupun asuransi kesehatan. Di Indonesia bagi peserta Askes boleh bersyukur dan berterima kasih karena bantuan biaya untuk dialisis dan atau transplantasi ginjal sampai saat ini sudah dirasakan manfaatnya.

Masih merupakan kendala dan tantangan besar adalah sulitnya meyakinkan pasien/keluarga tentang waktu yang tepat untuk memulai TPG. Memulai TPG tepat waktu tidak saja menghindari ancaman jiwa, tetapi akan memberi kualitas hidup yang baik sebagaimana orang sehat lainnya.

Hal inilah yang perlu diketahui, bahwa kemajuan kedokteran, khususnya bidang nefrologi (ginjal) sudah dimungkinkan hidup tanpa ginjal.

Hidup tanpa ginjal adalah mimpi yang sudah jadi kenyataan, walau masih banyak tantangannya, namun adalah suatu peluang yang harus dimanfaatkan. Bagi pasien gagal ginjal, raihlah peluang, hidup yang berkualitas dengan terapi pengganti ginjal. Saat ini, hidup tanpa ginjal sudah nyata. [Suara Pembaruan]

Penulis adalah Koordinator Penyakit Dalam Ginjal Hipertensi RS PGI Cikini, Dosen Ilmu Penyakit Dalam FK UKI, dan Direktur Ketua RS PGI Cikini, Jakarta