Kebesaran dan kedahsyatan Ilahi terbentang melalui keindahan alam dan cakrawala dengan segala hukum-hukum-Nya. Namun untuk menikmati anugerah rohani tersebut, kita tidak perlu melangkah setapakpun. Semuanya dapat kita resapi, bila saja kita mau sejenak memperhatikan struktur dan fungsi organ-organ tubuh kita.

Tubuh kita adalah alam semesta yang Tuhan kemas dalam bentuk mini (micro cosmos). Struktur dan fungsi pemerintahan pun sebenarnya jiplakan dari sistim-sistim yang bekerja dalam tubuh kita. Negara diatur melalui departemen-departemen yang analog dengan organ-organ tubuh. Masing-masing memiliki tugasnya sendiri-sendiri, namun terkoordinir dan saling menunjang.
Apapun juga fungsi suatu organ, untuk dapat berkinerja dengan baik, dibutuhkan tenaga listrik, makanan, oksigen, dan kekebalan terhadap gangguan dari luar. Penyaluran tenaga listrik adalah tanggung jawab sel-sel saraf. Sedangkan distribusi makanan / oksigen dan pembentukan sistim kekebalan tubuh adalah tanggung jawab sel-sel darah merah dan darah putih. Sesuai judulnya, makalah ini merujuk pada sel-sel darah.

Sel-sel darah
Darah terdiri atas cairan yaitu plasma (55%) dan butiran-butiran darah (45%). Penyaluran makanan adalah tanggung jawab plasma. Sedangkan sel-sel darah merah bertanggung jawab atas penyaluran oksigen dan pengambilan sisa pembakarannya yaitu karbon-dioksida (CO2). Sistim kekebalan tubuh dikelola oleh sel-sel darah putih, dan pembuntetan pembuluh darah yang mencegah darah terus mengalir bila tubuh terluka, dilakukan oleh sel-sel darah jenis ketiga yaitu: trombosit.

Dari semua fungsi tersebut di atas, pengebalan tubuh adalah yang terumit. Oleh karenanya, sel-sel darah putih seperti halnya dengan ABRI, perlu ditunjang dengan fasilitas yang memadai, dan diorganisir secara efektif. Guna memenuhi persyaratan di atas, sel-sel darah putih berbenah diri dengan membentuk tiga satuan tugas (satgas).

Satgas pertama terdiri atas sel-sel darah putih yang langsung terjun ke medan pertempuran dan mengganyang kuman, virus atau parasit yang menyerang tubuh. Sel-sel darah putih jenis ini dimobilisasi ke bagian-bagian tubuh yang terserang melalui peredaran darah. Seperti dalam setiap pertempuran, sel-sel darah putih banyak pula yang gugur. Campuran sel-sel darah putih yang gugur dan jasad renik penyerang membentuk nanah. Nanah yang terbentuk, secara medik harus dikeluarkan dari tubuh.

Satgas kedua bertugas memadamkan gangguan kesehatan karena penyusupan protein asing (antigen). Untuk tugas ini, diperlukan senjata pemungkas ala rudal (peluru kendali) yang kita kenal sebagai: antibodies. Seperti rudal yang membidik secara tepat, antibody hanya dapat mengikat antigen tertentu (membentuk: antibody-antigen complex). Di samping itu, antibody juga bertugas sebagai informan dan pengarsip. Dengan pengarsipan dimaksud, antibody membuat cetak biru dirinya sendiri dan mengarsipkannya dalam kelenjar getah bening. Bila terjadi serangan ulang dari antigen yang sama, melalui cetak biru tersebut, tubuh akan sesegera mungkin memproduksi dan memobilisasi antibody yang dibutuhkan. Di samping itu, satgas kedua mempunyai tugas lain yang sangat vital. Secara berkala setiap sel, dari kulit hingga organ-organ selalu mengalami peremajaan. Namun proses ini tidak urung berkendala juga. Sel pengganti yang diproduksi tidak selalu normal. Selalu ada saja yang tidak beres. Jenis sel-sel ‘nyeleneh’ ini maunya hanya makan melulu tanpa berkarya. Lahirlah sudah sel-sel yang kita sebut sel-sel tumor. Seperti tim ‘quality control’ dari setiap pabrik, satgas kedua setiap hari bertugas mencari dan membunuh sel-sel tumor yang terbentuk.

Satgas ketiga terdiri atas sel-sel monocyte dan bertugas membersihkan organ dari antigen-antibody kompleks. Uraian di atas, adalah penjabaran populer dari fungsi utama sel-sel darah putih. Operasional pengamanan (yang analog dengan Siskamling – Sistim Keamanan Lingkungan) sangat rumit, dan melibatkan berbagai protokol yang kesemuanya berada di luar liputan makalah ini.
Walaupun berbeda-beda bentuk dan fungsinya, sel-sel darah merah dan putih memiliki ibu kandung yang sama yaitu stem sel (pluripotent cell). Bukan itu saja, semuanya dilahirkan di rumah bersalin yang sama pula yaitu sumsum tulang. Bahkan kuburannya pun berada di satu lahan yaitu: limpa (spleen).

Sel-sel darah putih yang membentuk satgas-satgas, setelah dilahirkan di kirim ke markas-markas latihan yaitu kelenjar-kelenjar getah bening (terbesar adalah limpa). Setelah lulus, sel-sel darah putih ini dimobilisasi melalui jalur khusus pula yaitu pembuluh-pembuluh getah bening. Markas-markas latihan beserta jalur-jalur mobilisasinya membentuk sistim yang kita sebut sistim getah bening. Bersama sel-sel darah putih pengganyang jasad renik, sistim getah bening membentuk sistim kekebalan tubuh (immune system) yang pada hakekatnya analog dengan pertahanan nasional / semesta dalam pemerintahan.
Meskipun vital, berdasar persentasi volume: sel-sel darah putih hanya sebesar 1%. Sisanya (99%) terdiri atas: plasma (55%) dan darah merah (44-45%). Sedangkan jumlah trombosit hanya sekitar setengah juta. Rentang hidup sel darah merah: 100-120 hari, trombosit: 5-9 hari, dan sel-sel darah putih: 1-20 hari.

Penyebab dan Pencegahan Lekemi
Lekemi terjadi akibat adanya suatu rangsangan pada stem sel yang memproduksi limfosit atau sel darah putih non limfosit secara berlebihan. Pembentukan berlebihan ini menggrogoti jatah bahan pembentuk sel-sel darah lainnya. Proses ini dapat terjadi dalam waktu pendek (akut) atau secara perlahan-lahan (menahun). Berdasar jenis selnya (limfosit atau non limfosit: myelocytes) dan proses terjadinya (akut atau menahun) ada empat jenis lekemi. Lekemi akut terbanyak terjadi pada anak-anak dan harus secepatnya ditangani.
Seperti halnya dengan kanker pada umumnya, penyebab lekemi belum diketahui. Riset-riset sejauh ini hanya sebatas memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya lekemi. Faktor-faktor tersebut antaranya:

  • ras bule lebih peka dari pada kulit berwarna
  • jumlah kasus di negara maju lebih banyak dari pada di negara-negara berkembang
  • jenis tertentu 90% lebih menyerang anak-anak, namun lekemi
  • bukanlah kanker anak-anak; Lekemi lebih dari 90% menyerang
  • orang-orang dewasa
  • sering terkena radiasi radio aktif atau bekerja dengan zat
  • radioaktif (ingat akibat bom atom Hiroshima – Nagasaki)
  • mengidap infeksi virus tertentu
  • mengidap penyakit darah
  • mengidap kelainan sejak lahir (congenital) seperti Down’s syndrome
  • banyak merokok, lama kontak dengan zat kimia: Benzene

Pada umumnya makin lanjut usia makin tinggi kemungkinan terserang lekemi, kecuali pada satu jenis lekemi akut. Lekemi lebih banyak menyerang pria dari pada wanita. Oleh karena penyebabnya belum diketahui maka pencegahannya pun hanya sebatas pengendalian dari faktor-faktor tersebut di atas.

Gejala-Gejala
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahan untuk memproduksi sel-sel darah non lekemi praktis habis digunakan oleh sel-sel lekemi. Penurunan drastis produksi sel-sel darah sehat ini pada gilirannya menimbulkan berbagai gejala yang berakhir dengan kematian si pasien.
Kadar darah merah yang rendah menimbulkan: anemia / kepucatan, lekas lelah, mudah berdarah (bercah-bercah perdarahan bawah kulit), sakit kepala, sukar konsentrasi, hati dan limpa membesar. Menurunnya sel-sel darah putih yang sehat, melemahkan sistim kekebalan tubuh seperti pada pengidap AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Pasien lekemi mudah terserang infeksi yang sukar diatasi dan berakhir dengan kematian. Pengidap lekemi juga menunjukkan gejala-gejala umum kanker yaitu: nafsu makan dan berat badan menurun serta meriang seperti Flu. Pada anak-anak sel-sel lekemi mendesak sumsum tulang yang menimbulkan nyeri tulang.

Pengobatan
Pengobatan yang klasik adalah pemberian infus kemotherapy (obat pembunuh sel-sel kanker) dan radiasi radioaktif. Pencangkokan sumsum tulang, dilakukan pada kasus-kasus akut dan progresif yang sering terjadi pada anak-anak.
Pencangkokan sumsum tulang sebenarnya infus stem sel yang mencapai sumsum tulang melalui aliran darah. Sumber stem sel dapat diambil dari pasien sendiri (dipisahkan dari darahnya), darah tali pusat dari tembuni (placenta) atau donor. Bila donor cocok dengan pasien (melalui berbagai tes darah), stem sel di’serap’ dari sumsum tulang dada, tepi tulang panggul atau tulang besar tungkai bawah donor. Sebelum dilakukan pencangkokan sumsum tulang, pasien secara intensif dikemo dan diradiasi untuk membunuh sel-sel lekemi. Oleh karena pasien sangat mudah terserang infeksi, perawatan harus dilakukan secara intensif.
Pencangkokan sumsum tulang tercatat paling sukses dalam sejarah ilmu kedokteran melawan kanker. Kesembuhan lekemia dari 0% dapat dikatrol menjadi 85% dan masa kambuh dapat diperpanjang. Namun persentasi kesembuhan tergantung pada keganasan, stadium lekemi, kondisi pasien, dan keberhasilan penekanan efek-efek sampingan pasca pengobatan.

Oleh Dr. Poew Tjoen Tik, MPH
Purnawirawan Research Associate University of Oklahoma
– Alumni FK Unair –
berdomisili di Texas – USA