Sungguh, Aku Tidak Tahu kalau Engkau Amirul Mukminin

Ketika terjadi pertempuran dahsyat antara kaum Muslim melawan tentara Persia di Qadisiyah, ‘Umar sering keluar dari kota Madinah, berjalan kaki menuju Hira, menunggu kalau-kalau ada utusan datang dari arah tersebut. Dan biasanya ‘Umar kemudian pulang kembali ke Madinah dengan kecewa (karena tidak utusan datang).

Suatu hari ‘Umar melihat seorang penunggang unta dari arah Hira. Hatinya berdebar-debar, khawatir kalau-kalau orang itu adalah utusan dari Qadisiyah meskipun selama ini tidak pernah terjadi utusan datang seorang diri. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia bertanya, “Engkau ini berasal dari mana ?”
” Dari Qadisiyah, ” jawab penunggang unta.
” Bagaimana kabar di Qadisiyah ?”, tanya ‘Umar lagi.
” Insya Allah, pasukan Islam dianugerahi kemenangan “, jawab si penunggang unta.

‘Umar menarik napas lega. Keduanya berangkat menuju Madinah. Utusan dari Qadisiyah itu menunggang untanya, berjalan pelan, sambil bercerita tentang pertempuran hebat di Qadisiyah, sementara ‘Umar mengiringi berjalan di sisinya berjalan kaki.
Sewaktu tiba di pinggiran kota Madinah, si penunggang unta mendapatkan kenyataan bahwa setiap orang yang berpapasan menyebut teman – yang berjalan kaki mengiringi di sisi unta tunggangannya – dengan sebutan ‘Amirul Mukminin’ dan memberi salam kepadanya. Dia terkejut dan gemetar ketakutan. Dia pun segera turun dari untanya dan berkata, “Mengapa engkau tidak mengatakan sejak tadi bahwa engkau adalah Amirul Mukminin ?. Aku tidak tahu kalau engkau Amirul Mukminin “.
” La ba’sa, la ba’sa ! (tidak apa-apa, tidak apa-apa !) “, kata ‘Umar. ” Tidak ada kesalahan apa pun yang engkau lakukan. Teruskan dengan kabar beritamu “.

“Kerendahan hati Sang Khalifah”
Teladan Sang Khalifah
Dari Celah-Celah Kehidupan ‘Umar bin Khaththab