Fa Ainallah ? (Maka di mana Allah ?)

Pada suatu hari, ‘Umar mengadakan perjalanan ke luar kota. Di dekat sebuah bukit, dia bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menghalau kambing gembalanya. Tiba-tiba timbul keinginan dalam hatinya untuk menguji seberapa jauh sikap amanah (jujur, dapat dipercaya) yang dimiliki anak tersebut. Lalu, dia berpura-pura hendak membeli seekor kambing yang digembalakannya. Akan tetapi, si anak mengatakan bahwa kambing itu bukan miliknya. Dia mengaku hanya sekedar seorang budak yang dipercayakan untuk menggembala, tidak untuk menjual kambing.

‘Umar mendesak anak gembala itu seraya meyakinkan bahwa majikannya tidak akan mengetahui perbuatannya. “Bukankah kamu bisa mengatakan kepada majikanmu bahwa seekor kambingnya telah dimakan serigala ?”

Anak gembala itu malah balik bertanya, “Jika majikanku tidak mengetahui perbuatanku di sini, apakah Allah pun tidak mengetahuinya ? Fa Ainallah (maka di mana Allah) ?”. Seakan-akan anak gembala itu hendak menegaskan, sekalipun dirinya tidak diawasi oleh majikannya, ada Allah subhanahu wa ta’ala yang mengetahui perbuatannya.

Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut anak gembala tersebut, ‘Umar menangis karena terharunya. Ditatapnya wajah anak gembal tersebut dengan tatapan lembut penuh kasih, seraya berkata, “Allahu Akbar. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan taufik hidayah-Nya kepada engkau dan kepada kita sekalian”. Selanjutnya ‘Umar menemui majikan si penggembala, lalu menyerahkan sejumlah uang tebusan untuk memerdekakan anak gembala tersebut.

Teladan Sang Khalifah
Dari Celah-Celah Kehidupan ‘Umar bin Khaththab