MAKNA RAFATS, FASIK DAN JIDAL DALAM HAJI
Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Artinya : (Musim) haji adalah dalam beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji. maka tidak boleh rafat, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam masa mengerjakan haji” [Al-Baqarah : 197]

Apakah yang dimaksud rafats. fasik, dan jidal yang dilarang dalam haji ? Dan apakah orang yang dimaksud berbantah-bantahan dan berlebih-lebihan dalam melakukan hal-hal yang tidak berguna ketika melaksanakan haji dan menjadikan hajinya batal .?

Jawaban.
Ulama menafsirkan bahwa rafats adalah melakukan senggama dan hal-hal yang mengarah kepadanya. Sedangkan fasik adalah semua perbuatan maksiat. Adapun jidal maka ulama menafsirkan dengan perdebatan dalam hal-hal yang tidak berguna, atau dalam hal-hal yang telah dijelaskan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dan termasuk dalam perdebatan yang dilarang adalah semua perdebatan yang menyebabkan kegaduhan, mudharat kepada orang lain atau mengurangi ketentraman. Atau bahwa yang dimaksudkan perdebatan yang dilarang adalah perdebatan yang menyerukan kebatilan dan mengaburkan kebenaran. Sedangkan perdebatan dengan cara yang baik untuk menjelaskan kebenaran sebagai kebenaran, dan kebatilan sebagai kebatilan adalah perdebatan yang dibenarkan dalam syari’at Islam dan tidak termasuk perdebatan yang dilarang ketika haji.

Ketiga hal tersebut tidak membatalkan haji kecuali senggama yang dilakukan sebelum tahallaul awal. Tapi ketiganya mengurangi pahal haji, mengurangi iman, dan melemahkannya. Maka kewajiban setiap orang yang melaksanakan haji dan umrah adalah menjauhi ketiga hal tersebut, karena mereka sedang melaksanakan perintah Allah dan berkeinginan mendapat kesempurnaan haji dan umrahnya.

FAIDAH MENINGGALKAN RAFATS DAN SEMUA PERBUATAN MAKSIAT DALAM HAJI

Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Dalam hadits disebutkan : “Artinya : Barangsiapa haji dan dia tidak rafats, dan tidak berbuat fasik, maka dia kembali seperti hari ketika dia dilahirkan ibunya” [Hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, Nasa’i dan Ibnu Majah]

Apakah dengan meilhat hadits ini, maka haji dapat menghapuskan semua dosa yang telah dilakukan seseorang sebelum haji .?

Jawaban.
Hadits tersebut termasuk hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hadits ini terdapat kabar gembira, bahwa orang mukmin yang melaksanakan haji dengan cara tersebut, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Sebab ketika dia meninggalkan rafats dan perbuatan fasik, maka dia telah bertaubat kepada Allah dengan taubatan nashuha. Sedangkan orang yang bertaubat dijanjikan Allah dengan ampunan.

Adapun arti rafats adalah melakukan hubungan badan ketika sedang ihram dan hal-hal yang mengarah kepadanya, baik dalam bentuk ucapam maupun perbuatan. Sedangkan fasik adalah semua perbuatan maksiat. Maka siapa yang meninggalkan rafats dan perbuatan fasik dalam hajinya, maka diampuni semua dosanya, dan diantara perbuatan fasik adalah terus menerus dalam maksiat. Siapa yang terus-menerus dalam kemaksiatan berarti dia tidak meninggalkan perbuatan fasik, dan dia tidak mendapatkan apa sebagaimana yang dijanjikan dalam hadits. Sebab hadits tersebut adalah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Haji yang mabrur itu balasannya adalah surga” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Sedangkan tanda haji yang mabrur adalah melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan semua kemaksiatan dengan tanpa sedikitpun terus-menerus dalam suatu perbuatan maksiat. Maka kewajiban setiap Muslim, baik yang sedang haji atau yang tidak adalah menghindari semua perbuatan maksiat dan bersegera bertaubat kepada Allah dengan meninggalkan semua perbuatan maksiat tersebut, disertai kemauan keras untuk tidak mengulangi lagi karena mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berkeinginan mendapatkan apa yang ada di sisi-Nya. Di antara bentuk taubat yang sempurna, yaitu jika kesalahannya berkaitan dengan hak manusia, maka harus mengembalikan kepada orang yang berhak atau minta dihalalkan olehnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah kamu semua wahai orang-orang yang beriman agar kamu mendapatkan keberuntungan” [An-Nur : 31]

Dan Allah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Rabbmu menghapuskan kesalahan-kesalahanmu, dan memasukkan kamu ke dalam surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai” [At-Tahrim : 8]
Maka barangsiapa taubat dengan sebenar-benarnya, niscaya dia menjadi orang beruntung karena Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan dan memasukkannya ke dalam surga.

Kami memohon kepada Allah semoga Allah memberikan taufiq kepada Muslimin yang sedang haji mupun yang tidak haji dalam bertaubat kepada Allah dengan taubatan nashuha dan istiqomah dalam kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha dekat.

BERDESAK-DESAKAN DALAM IBADAH HAJI

Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebagian manusia sengaja berdesak-desakan ketika melaksanakan sebagian syari’at haji. Apakah haji mereka sah ataukah batal ?

Jawaban.
Tidak batal haji mereka sebab berdesak-desakan, tapi mereka berdosa jika sengaja berdesak-desakan tanpa alasan. Sebab dalam berdesak-desakan terdapat unsur kezaliman, menyakiti orang-orang yang melaksanakan haji dan menyebabkan mereka lari dari haji. Tapi jika seseorang berdesak-desakan bukan karena sengaja bahkan disebabkan desakan orang lain kepadanya, maka insya Allah dia tidak berdosa. Sebab Allah berfirman.
“Artinya : Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” [At-Taghabun : 16]

Allah juga berfirman.

“Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” [Al-Baqarah : 286]

Allah adalah yang memberikan taufiq kepada kebenaran.

MENENTUKAN SYARAT DALAM NIAT HAJI BAGI ORANG YANG KHAWATIR

Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika orang yang ihram khawatir tidak mampu melaksanakan manasiknya sampai selesai sebab sakit atau karena takut, apa yang dia lakukan ?

Jawaban
Jika seseorang ihram, maka ketika niat ihrmanya boleh mengatakan :

“Artinya : Jika terdapat sesuatu yang menghalangiku, maka tempatku ketika aku terhalang”

Sebab terdapat riwayat shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Dhaba’ah bin Zubair bin Abdul Muthalib untuk menentukan syarat niat dalam haji, ketika dia mengadukan sakit kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i hal. 35 – 44, penerjemah H.Asmuni Solihan Zamkhsyari, Lc.]