Siklus Demam Berdarah

Siklus Demam Berdarah

Meski kejadian demam berdarah dengue (DBD) tidak separah beberapa tahun lalu, seperti pada tahun 2007 di DKI Jakarta, jumlah penderita yang cukup banyak setiap hari masih menggelisahkan masyarakat. Apalagi musim hujan seperti saat ini, lebih mengkhawatirkan lagi kasus DBD akan meningkat.

Spesialis penyakit dalam Siloam Hospitals Kebun Jeruk dr H Tadjoedin mengatakan, penyakit DBD belum dapat diberantas secara keseluruhan, antara lain karena sampai saat ini belum tersedianya vaksin antidengue. Karena itu, masyarakat harus diajak untuk turut memutus mata rantai penularan virus dengan memberantas nyamuk tersebut.

“Rantai penularan harus diputus atau dicegah agar jangan sampai virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia, yaitu dengan cara memberantas nyamuk,” ujarnya.

Sebetulnya, lanjut Tadjoedin, tidak perlu sampai terjangkit DBD kalau masyarakat dapat melakukan kiat-kiat sebagai berikut, bebaskan rumah dari nyamuk dan jentik, lakukan penyemprotan sendiri di rumah dengan obat nyamuk biasa, singkirkan tempat pembiakan nyamuk Aedes, jangan ada air tergenang di rumah dan sekitarnya, tidur berkelambu terutama siang hari serta meningkatkan kecurigaan pada setiap demam kalau sedang musim DBD.

Caranya lain adalah, penyemprotan, abatesisasi dilaksanakan di desa-desa endemis terutama di sekolah dan tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah atau di bangunan ditaburi bubuk abate dengan dosis 1 sendok makan (10 gram) untuk 100 liter air.

Tujuannya adalah membunuh jentik nyamuk. Sekali pemberian abate untuk jangka waktu tiga bulan. Penyuluhan dan pemberantasan nyamuk dengan peran warga melalui program 3M, menguras, menimbun dan mengubur supaya digalakkan.

Tadjoedin menjelaskan, penyebab DBD adalah virus dengue yang penyebarannya dibantu oleh berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk jenis ini lebih menyukai tinggal di rumah yang sejuk, lembab dan gelap.

Hinggapnya bukan di dinding, tetapi di barang-barang yang bergelantungan di kamar. Nyamuk demam berdarah ini tidak tergolong rakus. Ia hanya menggigit pada jam-jam tertentu, itu pun hanya betina, karena jantan tidak bisa menggigit atau menghisap darah melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan.

Darah manusia dibutuhkannya untuk bertelur. Jam operasi nyamuk ini pagi pukul 08.00-09.00 dan sore jam 15.00-17.00.

Di luar jam itu nyamuk betina hinggap di air jernih yang tergenang untuk bertelur. Perkembangan hidup dari telur ke dewasa butuh waktu 10 hari dan sekali bertelur 200-400 butir.

“Nyamuk ini lebih suka bertelur di air dalam wadah seperti atau barang bekas berisi air hujan di pekarangan, talang air, ceruk pohon atau wadah penyimpanan air bersih di dalam rumah seperti tempayan, gentong, jambangan bunga, bak penampung air di alas kulkas,” ujarnya.

Di samping Aedes aegypti, maka DBD dapat juga disebarkan oleh nyamuk jenis Aedes albopictus, yang lebih menyukai tinggal di kebun sekitar rumah, bukan di dalam rumah.

Ada empat tipe jenis virus penyebab DBD, yaitu tipe 1,2,3 dan 4. Ada yang ganas, ada pula yang jinak. Seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu tipe virus, di kemudian hari bisa juga tertular tipe lain.

Dia menambahkan, jarak terbang nyamuk ini bisa mencapai seratus meter, maka luas penyemprotan apabila sudah ada kasus DBD, dilakukan sejauh radius seratus meter dari lokasi pasien DBD. “Di Indonesia nyamuk ini tersebar luar di seluruh pelosok Tanah Air, kecuali wilayah dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut,” lanjutnya.

Awalnya, diperkirakan DBD hanya menyerang anak-anak. Tetapi, sekarang dapat menyerang semua umur.

Proses Penyebaran

Jika nyamuk Aedes menggigit tubuh seorang penderita virus dengue virus akan bersiklus hidup di dalam tubuh nyamuk. Nyamuk ini lalu akan memindahkan virus ini ke tubuh orang sehat setelah menggigitnya.

Begitulah caranya virus dengue berpindah lagi ke banyak tubuh sehat lainnya melalui gigitan nyamuk aedes. Jadi, hanya nyamuk Aedes bervirus saja yang bisa menularkan penyakit DBD.

Setelah berhasil memasuki tubuh manusia, virus hanya bertahan hidup tak lebih dari 12 hari, sesudah itu mati sendiri. Penderita akan mengalami demam tinggi pada tiga hari pertama dengan suhu antara 39-40 derajat celcius.

Menetap 5-6 hari kemudian demam mereda lalu bangkit lagi. Oleh karena itu, grafiknya biasa digambarkan demam menyerupai pelana kuda.

“Sebagai catatan, kadang ditemui kasus DBD di mana suhu tidak mencapai 39-40, sehingga harus diwaspadai,” lanjutnya.

Tanda khasnya adalah peningkatan suhu mendadak disertai dengan tubuh menggigil dan muka kemerahan. Dalam 24 jam rasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan mata, atau bila bola mata ditekan, maka penglihatan menjadi silau, nyeri otot serta sendi, tidak nafsu makan, susah buang air, nyeri perut, nyeri tenggorokan dan depresi.

Juga bisa disertai mual, muntah, mencret, batuk pilek kejang-kejang, kesadaran menurun, adanya pendarahan di gusi dan mimisan, hati yang membengkak dan jumlah trombosit yang turun, syok, lemas dan capai. Berbarengan dengan demam kali pertama, muncul juga ruam merah pada wajah dan dada yang segera menghilang, sehingga sering terluput untuk diketahui.

Ruam merah kembali muncul pada saat demam meninggi untuk kedua kalinya. Ruam merah di dada akan menjalar ke anggota gerak, disusul dengan bintik-bintik kemerahan, mirip bekas gigitan nyamuk. “Setelah suhu badan mereda, biasanya menyisakan bercak hitam di punggung kaki atau tangan. Setelah seorang menderita DBD, masih ada efek sampingan berupa rasa lemas dan capai selama 2 minggu,” tambahnya.

Pengobatan

Terhadap DBD tidak ada obat secara spesifik. Dasar pengobatan adalah mencegah terjadinya pendarahan, dan mencegah jangan sampai terjadi kekurangan cairan dalam tubuh.

Belum ada obat untuk melumpuhkan virus dengue, yang dilakukan dalam penanggulangan adalah memberikan cairan infus sedini mungkin karena kegagalan sirkulasi darah dapat berujung pada kematian. Sirkulasi darah pada penderita terganggu, karena pembuluh darah bocor, plasma darah merembes keluar sehingga darah kehilangan plasma dan jadi kekurangan volume.

Keadaan plasma ini yang menyebabkan terjadinya syok dan dapat menimbulkan pendarahan. Hal ini bisa membawa kematian.

“Kalau memang terjadinya penurunan trombosit dan mengancam terjadinya shock maka harus ditambah dengan plasma expander atau tranfusi trombosit,” katanya.

Obat-obatan pada pasien DBD biasanya hanya sistomatik saja. Antara lain, penurun panas, sakit tulang, sakit sendi dan otot. Juga untuk mual-mual, muntah dan diare. Biasanya pasien cukup responsif dengan obat sistomatik tersebut, sehingga yang paling utama adalah menjaga jangan sampai pasien menderita kekurangan cairan.

Di masyarakat beredar pengobatan DBD dengan pemberian angkak, jus jambu klutuk merah dan jus kurma. Sampai di mana kebenaran ini belum diketahui dengan tepat melalui uji klinis. [Suara Pembaruan]