MENINGGALKAN SATU PUTARAN THAWAF WADA’ KARENA ALASAN SYAR’I
Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya haji bersama rombongan dan kami telah menyempurnakan haji. Namun pada akhir putaran keenam dalam thawaf wada’ istri saya pingsan, maka saya harus membawa dia ke luar Mekkah sehingga saya, saudara lelaki istri saya dan juga istri saya tidak dapat merampungkan putaran thawaf ketujuh. Apakah kami wajib melakukan sesuatu ?

Jawaban
Jika kalian tidak thawaf wada’, maka masing-masing wajib menyembelih kurban di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin tanah suci. Sebab thawaf wada’ wajib atas setiap orang haji yang ingin keluar dari Mekkah, dan apabila meninggalkannya berlaku dam (menyembelih binatang), yaitu sepertujuh unta, atau sepertujuh sapi, atau seekor kambing yang memenuhi syarat seperti dalam kurban. Di samping itu, kalian juga harus bertaubat dan memohon kepada Allah. Sebab thawaf wada’ tidak boleh ditinggalkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah” [Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya]

Juga berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.

“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (yang haji) agar akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. Tetapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Muttafaqun ‘alaih]

Sedangkan hukum wanita yang nifas menurut pendapat ulama seperti hukum wanita yang haidh.

MENINGGALKAN THAWAF WADA’ DALAM HAJI

Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang meninggalkan thawaf wada’ ketika haji ?

Jawaban
Terdapat riwayat shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah” [Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu]

Dan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim terdapat riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu anhu, ia berkata.

“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (yang haji) agar akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. Tetapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Muttafaqun ‘alaih]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf ketika selesai dari semua amal hajinya dalam waji wada’ ketika akan pulang ke Madinah, dan beliau bersabda : “Ambilah dariku manasik hajimu”. Beberapa hadits tersebut menunjukkan wajibnya thawaf wada’ kecuali bagi wanita yang sedang haidh dan nifas. Maka siapa yang meninggalkannya dari orang-orang yang haji, dia wajib menyembelih kurban karena dia melanggar sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dam meninggalkan ibadah wajib dalam haji. Ini adalah yang benar dari pendapat-pendapat ulama. Sebab terdapat riwayat shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, ia berkata :

“Artinya : Barangsiapa meninggalkan suatu ibadah wajib dalam haji atau lupa, maka dia wajib menyembelih kurban” [Hadits Riwayat Malik]

Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Adapun wanita haidh dan nifas maka keduanya tidak wajib thawaf wada’ berdasarkan hadits Ibnu Abbas tersebut dan riwayat lain yang sama dengannya.

THAWAF WADA’ SALAH SATU KEWAJIBAN DALAM HAJI

Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya penduduk Jeddah dan saya telah haji tujuh kali. Tapi saya tidak thawaf wada’. Sebab sebagian manusia mengatakan bahwa penduduk Jeddah tidak wajib thawaf wada’. Apakah haji saya benar atau tidak ? Mohon penjelasan, semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda.

Jawaban
Wajib atas penduduk Jeddah dan yang seperti mereka untuk tidak meninggalkan Mekkah dalam haji kecuali setelah thawaf wada’ seperti penduduk Tha’if dan haji yang seperti mereka. Demikian ini berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyampaikan khutbahnya kepada orang-orang yang haji. Beliau bersabda.

“Artinya : Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah” [Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya]

Dan dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, ia berkata.

“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (yang haji) agar akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. Tetapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Muttafaqun ‘alaih]

Dan bagi orang yang meninggalkan wajib menyembelih kurban, yaitu sepertujuh unta, atau sepertujuh sapi, atau satu ekor kambing, dan disembelih di Mekkah serta dibagikan kepada orang-orang msikin di tanah suci. Juga disertai taubat dan mohon ampunan kepada Allah serta kemauan yang benar untuk tidak akan mengulangi hal yang sama. Sedangkan bagi wanita yang haidh atau nifas maka keduanya tidak wajib thawaf wada’.

Adapun bagi orang yang umrah, maka dia tidak wajib thawaf wada’ menurut pendapat ulama yang shahih. Demikian ini adalah pendapat jumhur ulama. Bahkan Ibnu Abdil Baar menyatakan bahwa ulama sepakat terhadap pendapat tersebut berdasarkan banyak dalil. Di antaranya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan orang-orang yang tahallul dari umrah dalam haji wada’ untuk thawaf wada’ ketika mereka keluar dari Mekkah. Juga terdapat riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang yang tahallul di Mekkah pada haji wada’ untuk pergi dari rumah masing-masing ke Mina kemudian ke Arafah dan beliau tidak memerintahkan mereka untuk thawaf wada’

[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, hal. 165-170, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]