Chiang Kai-shek, salah satu tokoh sentral perjuangan Taiwan, dikenang oleh masyarakat negara itu dalam bentuk patung. Patung-patung berbagai ukuran dari seluruh Taiwan sempat dikumpulkan pemerintah, sebelumnya presiden baru, Ma Ying-jeou, di sebuah taman yang tepat bersebelahan dengan musoleum jazat Chiang Kai-shek, di Tzuhu, Daxi, Taoyuan County.

Robben Island di Cape Town Afrika Selatan, sekitar 400 tahun lalu selain dijadikan lokasi tempat pengasingan, isolasi, dan pembuangan para pembangkang, juga dikenal sebagai penjara para kriminal dan tahanan politik pemerintah setempat.

Selama pemerintahan apartheid, pulau itu menjadi begitu populer di mata internasional, karena berbagai tindak kekerasan yang terjadi dan dialami para tawanan di sana. Sebab di sana, tugas para pengelola penjara itu adalah mengisolasi musuh-musuh pemerintah setempat dan menghancurkan moral mereka. Nelson Mandela pernah merasakan kegarangan penjara di Robben Island itu selama puluhan tahun, sebelum akhirnya bebas dan kemudian menjadi presiden negara Afrika Selatan.

Kegarangan itu kini masih bisa dirasakan oleh setiap orang yang berkunjung ke sana. Penjara yang tingkat keamanannya ekstra ketat itu, sekarang oleh pemerintah Afrika Selatan dijadikan museum dan biasa dikunjungi wisatawan. Di tempat ini, bisa dilihat berbagai lokasi dan kenangan pahit semasa pemerintahan apartheid.

Cerita sama juga terjadi di Pulau Alcatraz, San Francisco Amerika Serikat, yang sering disebut pula sebagai The Rock. Awalnya pulau itu dijadikan tempat sebagai mercusuar di teluk San Francisco, kemudian penjara militer, dan rumah tahanan pemerintah federal sampai tahun 1963. Lalu oleh pemerintah setempat Alcatraz dijadikan tempat wisata.

Pemandangan di dua penjara itu, Robben Island dan Alcatraz, sama-sama sungguh indah, pulau kecil yang dikelilingi laut menjadikan tempat itu menarik mata.

Namun, keadaan berbeda dengan Human Rights Memorial (HRM) di Taiwan, yang juga merupakan bekas penjara dan rumah tahanan politik yang kini dijadikan lokasi wisata. Kalau Robben Island dan Alcatraz dikelilingi laut, HRM justru berada di tengah kota, dan dikepung oleh jalan bebas hambatan. Semasa pemerintah Chen Shui-bian HRM dijadikan museum untuk mengenang masa penegakan demokrasi di Taiwan.

HRM berada di Kota Xindian, Taipei County, dari Taipei hanya dibutuhkan 15 sampai 20 menit perjalanan dengan menggunakan bus.

Dulu tempat ini dikenal sebagai Pusat Tahanan Militer Jingmei (Jingmei Military Detention Centre). Tempat ini juga pernah digunakan sebagai ruang pengadilan para tahanan politik selama berlangsungnya hukum darurat militer.

Kini, tempat wisata yang diresmikan tanggal 10 Desember 2007 tersebut dikelola oleh Yayasan Kebudayaan Peng Ming-min.

HRM terbagi beberapa lokasi penting antara lain, penjara utama, beberapa barak untuk tahanan politik, dan ruang pemeriksaan tahanan dan pengadilan. Bila berkunjung ke tempat ini, pikiran kita langsung melayang ke masa lalu tempat digelarnya berbagai pengadilan dan tempat untuk memenjarakan para tahanan politik itu.

Nuansa dan suasana sebagai tempat tahanan begitu terasa, apalagi ketika memasuki sel-sel utama tempat para tahanan politik di penjara. Tetapi ada pula tahanan khusus di luar penjara yang berbentuk rumah tinggal, lengkap dengan ruang baca, kamar tidur, kamar mandi, dan dapur.

Patung Chiang Kai-shek dengan posisi duduk, di Chiang Kai Shek Memorial Hall.

Patung Chiang Kai-shek dalam posisi berdiri, tangan kanan memegang tongkat, dan tangan kiri berkacak pinggang, oleh penduduk setempat pastung itu disebut Generalissimo Chiang.

Ruang Pamer

Karena begitu kuat aroma masa lalu, tanpa dijelaskan oleh pemandu setempat, orang yang berkunjung pun dapat merasakan dan membayangkan berbagai peristiwa yang pernah terjadi dulu.

Beberapa bangunan di luar tembok penjara, kini dijadikan ruang pamer, baik foto, barang lain seperti borgol, tanah, lukisan (hasil karya para tahanan) maupun koleksi pemberitaan media setempat mengenai berbagai gerakan di penjara tersebut.

Ada empat ruang utama, dulu sebagai barak militer, yang dijadikan tempat pameran di museum itu. Tempat ini dulu pernah dijadikan kantor untuk mengurus para tahanan. Di sana dijelaskan secara terperinci sejarah penegakan hukum di Taiwan termasuk perlawanan terhadap partai KMT yang saat berkuasa dari tahun 1947-1987.

Di sana juga sempat dipertontonkan foto para aktivis Taiwan yang menjadi anggota berbagai organisasi politik ataupun masyarakat dan dinyatakan hilang selama terjadi 228 insiden.

Salah satu hal yang menarik lainnya adalah film tentang propaganda yang berlangsung dari tahun 1950-an sampai 1960-an. Bahkan juga dipajang berbagai foto dokumentasi dan benda terkait dengan Insiden Kaohsiung.

Insiden Kaohsiung juga dikenal sebagai Insiden Formosa (atau Insiden Meiliao atau Insiden Majalah Formosa), yang muncul akibat ketidakpuasan masyarakat akan pemerintah Taiwan saat itu, akibat unjuk rasa kelompok prodemokrasi di kota tersebut, 10 Desember 1979.

Bagi masyarakat Taiwan banyak wajah yang tidak asing di penjara itu, apalagi sekarang mereka banyak yang duduk sebagai anggota partai berkuasa pada masa pemerintahan Chen Shui-bian.

Untuk memperlihatkan kondisi sebenarnya, tentang apa yang terjadi di lokasi bersejarah dimaksud, maka pemerintah dan pengelola museum itu membuka blok tahanan untuk umum, lengkap dengan beberapa informasi menarik tentang para tawanan yang sempat mendekam di tempat tersebut.

Tembok tebal berwarna abu-abu dan di tempat paling tinggi dari tembok itu terbentang kawat berduri yang nyata terlihat, melambangkan betapa “garangnya” penjara tersebut.

Mantan Wakil Presiden Annette Lu dan Wali Kota Kaohsiung Chen Chu sempat merasakan pengapnya kamar tahanan nomor 59. Mereka merasakan tempat itu karena terlibat Insiden Kaohsiung tahun 1979. Bahkan tokoh Shi Ming-teh yang dikenal sebagai tokoh pergerakan kaum muda pendiri Taiwan Independence League, juga pernah ditahan di tempat tersebut di tahun 1985.

Para wisatawan di museum itu bisa melihat ke dalam sel yang memang dibuka untuk pengunjung. Diharapkan dengan melihat langsung keadaan kamar tahanan, maka para wisatawan atau pengunjung dapat membayangkan kondisi tawanan selama berada di dalamnya.

Di salah satu lokasi rumah tahanan itu, terdapat beberapa ruangan yang digunakan untuk menginterogasi tahanan, dan juga ruang untuk pengadilan, para tersangka Insiden Kaohsiung. Di dalam ruangan itu dipajang pula berbagai informasi, berita dan foto, tentang peristiwa yang terjadi masa lalu.

Menurut pemandu museum itu, Wan Yih Huang, tempat ini hampir tiap hari ramai dikunjungi oleh pelajar dan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.

Foto-foto SP/Edwin Karuwal

Kompleks penjara di Xindian, Taipei County, yang dulu dikenal sebagai pusat tahanan dan pengadilan militer Jingmei, kini berubah menjadi museum dengan nama Human Rights Memorial. Kini tempat itu menjadi salah satu objek wisata penting negara itu.

Patung

Tetapi di Taiwan, yang menarik dikunjungi bukan hanya penjara sebagai salah satu lokasi wisata, sebab kini wisatawan mancanegara ataupun domestik, bisa menyaksikan tempat bersemayamnya jasad tokoh Taiwan, Chiang Kai-shek yang disebut sebagai musoleum.

Musoleum ini berlokasi di Tzuhu bekas rumah yang paling disukai Chiang. Tempat ini oleh pemerintahan sebelumnya ditutup dan tidak boleh dikunjungi siapa pun. Tetapi kemudian oleh pemerintahan baru di bawah presiden baru Taiwan Ma Ying-jeou, akan dibuka untuk umum.

Chiang wafat tahun 1975, kemudian digantikan oleh anaknya Presiden Chiang Ching-kuo yang meninggal tahun 1988. Sampai kini jasad Presiden Chiang Kai-shek masih disemayamkan pada musoleum itu.

Tepat di sebelah musoleum itu, kira-kira dua ratus meter jaraknya, wisatawan bisa menyaksikan ratusan patung Chiang Kai shek yang ditempatkan di sana. Patung-patung dengan berbagai ukuran ada di sana, bahkan yang hanya setengah badan pun bisa di lihat di sana. Patung-patung itu dikumpulkan dari seluruh tempat oleh pemerintah yang anti dengan Chiang. Dia dituduh sebagai orang yang bertanggungjawab mengirim pasukan dan menekan para pemberontak di Taiwan tahun 1947 dan membunuh puluhan ribu penduduk Taiwan, dua tahun setelah KMT mengungsi ke pulau itu. Patung yang ada di tempat ini dilengkapi data dan keterangan asalnya.

Entah siapa yang benar dalam perpolitikan di negara itu, yang jelas dengan melihat begitu banyak aneka model patung yang tiap-tiap patung memiliki kisah tersendiri, orang bisa memiliki persepsi tersendiri dengan merangkaikan setiap sejarah yang ada. [SP/Edwin Karuwal]