Seorang pasien yang datang ke bagian rehabilitasi medik mengeluh sakit pinggang. Ia adalah seorang dokter ahli bedah. Penyebab keluhan itu ternyata terkait dengan cara kerjanya yang tidak tepat saat mengoperasi pasien. Postur dokter ini cukup tinggi, sehingga setiap kali operasi ia harus sedikit membungkuk. Paramedis lain tidak merasakan keluhan yang sama karena mereka tidak harus membungkuk, mengingat postur mereka sesuai dengan tinggi meja operasi.

“Setelah ketinggian meja operasi disesuaikan, dokter tadi tak harus membungkuk, keluhan nyerinya pun berkurang,” ujar dr Siti Annisa Nuhonni Sp RM(K) dalam sebuah seminar mengenai Low Back Pain (LBP) di klinik Wellnes, Kemang, Jakarta Selatan, belum lama ini.

LBP adalah gejala penyakit berupa nyeri atau pegal di daerah pinggang atau bawah belakang punggung badan, dan dapat menjalar ke bawah. Gangguan ini bukan monopoli usia lanjut. Mereka yang masih dalam usia produktif pun banyak yang mengalaminya karena LBP bisa dipicu kebiasaan sehari-hari yang salah, termasuk cara duduk di depan komputer.

Menurut dr Siti, manusia dilengkapi tulang yang menyangga tubuh ketika duduk, yakni dua tulang bokong dan tulang kemaluan. Bila cara duduk benar, artinya bertumpu pada ketiga titik tulang tadi, maka terjadi keseimbangan, yang tidak membuat efek samping berupa sakit pinggang.

Salah duduk yang berlangsung lama dan berulang atau menjadi kebiasaan akan membuat ketidakseimbangan kerja saraf dan otot. Ada otot-otot yang bekerja lebih keras atau menahan beban yang tidak seharusnya, sehingga menimbulkan nyeri pinggang.

Di pabrik, misalnya, para buruh berdiri berjam-jam. Istirahat hanya pada saat sholat dan makan, sehingga timbul varises dan LBP.

Keseimbangan berdiri dan duduk merupakan keseimbangan otot-otot punggung dan perut. Orang yang terlalu gendut (biasanya pada bagian perut), maka otot punggung bekerja keras menjaga agar badan tidak terguling ke depan. Kerja otot itu menyebabkan timbulnya sakit pinggang karena otot-otot mengalami kejang (spasm). Demikian juga wanita hamil sering mengalami nyeri punggung akibat perut membesar.

Cara beraktivitas yang benar penting dilakukan sejak dini. Perlu diketahui bahwa masa degeneratif atau penurunan fungsi sel pada manusia mulai terjadi pada umur sekitar 30-an tahun. Kondisi ini tidak terasa, dan baru dirasakan ketika berumur 50-an.

Menurut dr Arya Govinda, dokter spesialis penyakit dalam, LBP bisa disebabkan gangguan pada jaringan pengikat tulang (ligamen), saraf otot yang terjepit, bantalan sendi, dan lain-lain. Pada semua bagian itu terdapat ujung-ujung saraf dan bilamana terjadi infeksi, benturan, atau gangguan di sana, akan timbul rasa nyeri.

Selain karena trauma, bisa juga karena proses degeneratif, peradangan (inflamasi), neoplasma, kelainan congenital, nyeri alih dari organ vis- cera, psikoneurotik, dan gangguan sistemik.

Karena ada berbagai macam penyebab inilah, lanjutnya, harus diketahui dengan benar penyebabnya. “Dengan mengetahui secara pasti penyebabnya, kita tidak hanya berusaha menyembuhkan gejala nyerinya saja, melainkan dapat menghilangkan penyebabnya,” kata dr Arya.

Proses Penyembuhan

Seperti disebutkan di atas, kebiasaan sehari-hari pasien sangat berpengaruh pada LBP. Karena itu terapi modifikasi gaya atau kebiasaan sangatlah penting. Bagi pasien yang sudah berumur, misalnya, disarankan bila mengangkat beban, harus dengan cara yang benar. Beban harus diusahakan sedekat mungkin dengan badan sehingga tidak membuat tulang belakang menahan beban terlalu berat.

Salah satu latihan untuk pasien LBP adalah berenang. Berenang dengan gaya apa? Bagaimana dengan opa dan oma yang tak bisa berenang? Ternyata pasien yang tak bisa berenang pun dapat melakukan latihan ini karena yang penting adalah mencapai tujuan peregangan (stretching).

“Hanya dengan berjalan di air saja sudah cukup karena tujuan dari upaya ini adalah agar gaya gravitasi atau daya tarik ke bumi berkurang,” kata dr Tirza Z Tamin Sp RM.

Penyembuhan gangguan LBP ini biasanya dilakukan bertahap. Tahap pertama disarankan atau biasa dilakukan dengan menggunakan obat-obatan atau terapi fisik, sedangkan yang terakhir adalah operasi.

Menurut dr Tomi Hardjatno, Electro Neural Therapy (ENT) merupakan salah satu terapi alternatif dan komplementer untuk nyeri pada tulang belakang. Alat ini menggunakan arus listrik 0,05-2,0 mA dan frekuensi 1-9 KHz yang merangsang saraf dan otot, yakni merangsang sistem saraf sensorik dan saraf otonom sehingga terjadi relaksasi otot. “Alat ini otomatis akan berhenti jika nilai normal tercapai. Sedangkan jadwal terapi adalah dua sampai enam kali seminggu dan evaluasi dilakukan setiap 10 kali terapi,” kata dr Tomi.

Selain ENT, akupunktur juga merupakan alternatif lain. Ini adalah ilmu dan seni untuk meningkatkan derajat kesehatan sebagai upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, dengan cara tusuk jarum. Tusuk jarum ini berdasarkan irama dan hukum alam yang ilmiah, rasional, serta sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran dan kesehatan.

Diagnosis

Sebagian orang mungkin saja menganggap nyeri pinggang adalah soal enteng. Padahal dalam kondisi tertentu, penanggulangan dan terapinya bukan hal sepele. Penanggulangan atau terapi, antara lain berdasarkan stadium (akut, subakut, kronis), derajat nyeri (minimal, ringan, sedang, berat ), lokasi penyebab nyeri, dan faktor mekanik timbulnya nyeri.

Tujuan utama penanganan LBP adalah penderita dapat melakukan segala aktivitas seoptimal mung- kin serta mampu mencegah trauma lebih lanjut sehingga nyeri tidak bertambah.

Menurut dr Tomi, alat bantu untuk mendiagnosis nyeri ini, antara lain adalah Electro Neural Diagnosis (END). Di dalam tubuh terdapat kegiatan listrik yang disebut biolistrik. Perubahan tata listrik tubuh dapat menentukan keadaan kesehatan, sehingga dapat dilakukan diagnosis.

END merupakan alat bantu dengan pengukuran reaction spot di permukaan tubuh. Hasilnya berbentuk somatogram yang memberikan grafik tahanan dan kapasitas listrik dalam tubuh pasien sebagai gambaran keadaan kesehatan dan berbagai fungsi organ tubuh pasien yang bersangkutan.

Dalam keadaan sehat (homeostasis), sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis), seimbang. Sebaliknya, dalam keadaan sakit, terjadi ketidakseimbangan sehingga menghasilkan gambaran tata listrik (dalam somatogram) spesifik.

Lalu, ke mana pasien nyeri pinggang harus berobat? Ke dokter rehabilitasi medis, bedah tulang, ortopedi, fisiologis atau bahkan akupunkturis? Jawabannya bisa ke semua dokter, bergantung si pasien, karena setiap dokter pasti akan memberikan arahan bila ada hal yang tidak sesuai dengan bidang masing-masing. [Pembaruan/ Dwi Argo Santosa]