“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, ‘Allah’ maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah), dan (Allah Mengetahui) ucapan Muhammad, ya rabbku, sesuguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman, maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan katakanlah ‘salam’ (selamat tinggal) kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk).” (QS. Al-Zukhruf: 87-89)

Sejak jaman sebelum Islam, telah banyak manusia yang mencari agama yang benar-benar sesuai denGan fitrah mereka dan dapat diterima oleh akal pikiran yang sehat. tidak terkecuali orang-orang Arab.
Seperti telah diketahui, orang Arab pada umumnya adlah para penyembah berhala yang fanatik. Begitu fanatiknya terhadap ajaran ini sehingga mereka betul-betul telah kehilanggan pikiran waras. Mereka beriman kepada Tuhan yang menciptakan langit dan Bumi, tetapi bersamaan dengan itu mereka juga menyekutukanya dengan tuhan-tuhan yang dekat, yang dapat diraba dan dilihat serta dapat ditemukan tiap pagi dan sore, yaitu patung-patung (berhala) ciptaan mereka sendiri.

Namun Demikian diantara mereka masih ada yang berpikir bebas dan normal, meskipun tak dapat disangkal, mereka merasa lebih aman bila menyembunyikan apa yang dimengertinya. tidak ada keberanian sedikitpun dari mereka turun-temurun telah diwarisi dari nenek moyang.
Untunglah diantara sekian banyak, ada sedikit orang yang mengambil sikap berbeda dengan kaumnya. Dalam satu riwayat disebutkan, pada suatu hari masyarakat Quarisy sedang berkumpul di Nakhala merayaKan berhala Uzza. Empat orang diantara mereka diam-diam meninggalkan upacara itu, Mereka adalah Zaid bin ‘Amr, Usman bin Khuwairith, Ubaidillah bin Jahsyi dan Waraqah bin Naufal.
Mereka berkata satu sama lain,”ketauilah bahwa masyarakatmu ini tidak punya tujuan mereka dalam kesesatan. apa artinya kita mengelilingi batu itu, ia tidak melihat, tidak mendengar, tidak bisa memberi keuntungan dan pula merugikan. Hanya darah korban yang mengalir di atas batu itu. Saudara-saudara mari kita mencari agama lain, bukan yang ini.”
Akhirnya Zaid bin ‘Amr pergi meninggalkan istri dan pamanya, berpetualang ke negeri Syam untuk mencari agama yang hendak dianutnya.

Waraqah bin Naufal menganut agama Nasrani. konon ia yang menyalin kitab injil kedalam bahasa Arab, dan pada masa bi’tsah ia telah membenarkan kerasulan Muhammad. Ubaidillah bin Jahsyi tetap kabur pendiriannya hinga meninggal. Begitu pula ustman bin khuwarith ia pergi ke romawi timur dalam mencari kebenaran ini.
Bagaimanapun, riwayat di atas menggambarkan betapa mereka yang hidup pada masa itu dilanda kebingungan yang sangat. Agama-agama samawi telah tertutup oleh awan yang begitu tebal. Di saat seperti itulah, ketika usia Muhammad hampir 40 tahun, setiap bulan Ramadhan beliau meninggalkan kaumnya, pergi mencari keheningan di gua Hira’ bertahannuts dan berkhalwat.Di dalam gua itu beliau bersembah sujud, mengasah hati, menjernihkan ruh dan pikiran, mendekatkan diri pada tuhan Semesta Alam.
Akhirnya pada suatu waktu, dari kejernihan yang sempurna, sampailah beliau SAW kepada martabat teringgi. Beliau menemukan pancaran cahaya terang bederang yang dapat menyinari alam semestabeserta isinya seluruhnya. Malaikat Jibril datang mewisudahnya, sebagai rasul pembawa risalah dan kebenaran yang hakiki