Oleh Pouw Tjoen Tik
Kongres Amerika menetapkan bulan Oktober sebagai ‘Bulan Kesadaran Nasional terhadap Jantung yang Mendadak Berhenti Berdenyut’ (National Sudden Cardiac Arrest Awareness Month – Reuter, Pittsburg 1 Oktober 2008). Penetapan ini dibuat bukan tanpa alasan, karena cardiac arrests adalah penyebab kematian nomor satu dalam masyarakat Amerika. Angka kematian cardiac arrest lebih tinggi daripada gabungan angka-angka kematian kanker payudara, kanker paru-paru, dan HIV/AIDS (The American Heart Association – 2008)
Peribahasa Belanda mengatakan, “Penyakit datangnya bak orang berkuda dan sembuhnya seperti orang yang berjalan kaki”. Namun, dalam kenyataannya, justru terjadi kebalikannya. Hampir semua penyakit terjadi secara perlahan-lahan, dan karenanya dimungkinkan untuk dicegah. Kemajuan ilmu kedokteran yang ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan mampu mencegah berbagai penyakit, termasuk mati mendadak akibat cardiac arrest.
Batasan dan Penyebab
Mati mendadak adalah keadaan di mana tanpa diduga, secara mendadak jantung serta pernapasan terhenti dan pasien tidak sadarkan diri (cardiac arrest). Penyebabnya adalah kekacauan arus listrik jantung yang memacu bilik jantung berdenyut sangat cepat dan tidak teratur (ventricular fibrillation – VF). Akibatnya, dinding bilik jantung hanya bergetar dan tidak mampu memompa darah, sehingga terjadi kegagalan organ-organ vital. Faktor-faktor pemacu cardiac arrest adalah jenis kelamin, di mana pria tiga kali lebih berisiko daripada wanita. Di samping itu, faktor usia, yakni risiko meningkat sejalan dengan lanjutnya usia (pada usia tujuh puluh lima tahun ke atas risiko pada pria sama dengan pada wanita).
Demikian pula soal keturunan, di mana risiko bertambah bila dalam garis keturunan ada yang mati mendadak atau mengalami serangan jantung; berbagai gaya hidup, kondisi tubuh dan penyakit. Faktor lain adalah merokok, pemakaian narkoba, kegemukan (obesity), kurang berolahraga, duduk seharian (sedentary), stres kejiwaan menahun; pengidap kencing manis, tekanan darah tinggi, hiperaktif kelenjar gondok, kadar kolesterol darah tinggi, penyakit jantung bawaan, dan koroner (90 persen cardiac arrest terjadi dengan penyumbatan pada sekurang-kurangnya dua cabang arteri koroner – The American Heart Association).
Penanganan dan Pencegahan
Alat untuk menormalisasi denyut bilik jantung disebut defibrillator. Defibrillator adalah alat kejutan listrik yang mengembalikan irama dan frekuensi normal bilik jantung. Seyogianya, alat ini (automatic external defibrillator/AED) dan latihan penggunaannya tersedia pada perkantoran dan fasilitas-fasilitas umum serta di tempat tinggal mereka yang berisiko terserang cardiac arrest.
Teknik pemulihan denyut jantung dan pernapasan (Cardiopulmonary Resuscitation – CPR) perlu diajarkan di sekolah-sekolah dan perkantoran, bahkan dimasyarakatkan melalui lembaga-lembaga sosial. Bila belum menguasai CPR, pertolongan pertama pada cardiac arrest adalah menekan tulang dada sedalam lima sentimeter (pada orang dewasa) sebanyak seratus kali per menit.
Pencegahan sangat sulit bila tidak dapat dikatakan ‘tidak mungkin’ bagi mereka yang telah sangat lanjut usianya, karena secara alamiah, pengapuran pembuluh darah telah menjamah semua pembuluh darah. Oleh karenanya, upaya pencegahan terutama ditekankan bagi mereka yang masih dalam usia produktif dan kawula tua yang masih aktif.
Pada dasarnya, pencegahan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: perubahan gaya hidup dan pencegahan, secara medik. Perubahan gaya hidup meliputi: berhenti merokok; upayakan berjalan-jalan dalam kantor setelah duduk beberapa jam, hindari banyak menyantap lemak dan gula, sebaliknya banyak makan makanan berserat seperti sayur mayur dan buah-buahan; berolahraga secara teratur sesuai usia dan kondisi tubuh (kematian mendadak tidak jarang terjadi di antara olahragawan yang tengah berpacu di gelanggang atau melakukan latihan fisik yang melampaui kemampuannya); dan akhirnya kurangi sedapat mungkin stres kejiwaan.
Upaya medis meliputi: penentuan persentase darah yang terpompa keluar dari bilik jantung (Ejection Fraction / EF test, normal: 55-70 persen), melalui pemeriksaan-pemeriksaan: Computerized Tomography (CT scan), Echocardiography (pemantauan jantung dan pembuluh-pembuluh darahnya melalui pantulan suara), kateterisasi jantung, Magnetic Resonance Imaging (IMR), dan penyuntikan radioaktif Thallium (nuclear scan); penentuan kadar elektrolit darah, terutama kadar kalium; dan pemasangan implantable cardioverter defibrillator (ICD) pada dinding bilik jantung untuk mencegah timbulnya ventricular fibrillation (VF).
Namun, semua piranti kesehatan secanggih apa pun akan ‘muspra’ bila tidak disertai kesadaran dan keikutsertaan masyarakat. Petunjuk-petunjuk praktis (tips) sebagai pelengkap perubahan gaya hidup adalah minum delapan hingga sepuluh gelas air setiap hari; senam aerobik (berenang, berjalan, berlari-lari kecil dan bersepeda) secara teratur; mengonsumsi vitamin B-1, B-12 dan asam folate (ketiganya menurunkan kadar homocysteine, penyebab utama penyumbatan pembuluh darah koroner), pemeriksaan rutin bagi mereka dengan denyutan jantung yang cepat atau lambat dan tidak teratur, mengidap kencing manis, hiperaktif kelenjar gondok, serta dalam garis keturunannya ada yang mati mendadak /mengalami serangan jantung; sesegera mungkin memeriksakan diri ke dokter ahli penyakit jantung bila dada terasa tertekan atau nyeri, nyeri daerah lambung yang tak menghilang dengan obat-obatan, napas pendek dan kepala terasa ringan, penglihatan menjadi gelap seperti akan tidak sadarkan diri (light syncope).
Walaupun peribahasa mengatakan: ‘Manusia berusaha, tetapi Tuhan yang menentukan’, kemajuan ilmu kedokteran selain harus disyukuri, perlu pula diterima sebagai anugerah Ilahi yang harus dimanfaatkan dalam pencegahan berbagai penyakit termasuk mati mendadak.
Penulis adalah alumnus Fakultas Kedokteran Unair, berdomisili di Austin, Texas, USA.
KOMENTAR