Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mempunyai anak lelaki bernama Ayyub bin Sulaiman dan telah diangkat sebagai putra mahkota yang akan menggantikannya sebagai khalifah setelahnya. Akan tetapi, Ayyub telah meninggal sebelum Sulaiman dan Sulaiman tidak memiliki lagi keturunan kecuali anak yang masih kecil-kecil. Ketika dia di ambang kematian, dia ingin mencari penggantinya. Saat itu, ‘Umar bin Abdul Aziz dan Raja’ bin Haiwah hadir di sampingnya. Sulaiman berkata kepada Raja’, “Perlihatkan padaku putraku dengan memakai gamis dan jubah “. Lalu diperlihatkanlah mereka dan ternyata masih terlalu kecil. Mereka kedodoran memakai gamis dan jubah itu. Sulaiman memandang mereka dan berkata dengan sedih, “Sungguh, putra-putraku masih bocah dan kecil-kecil. Beruntunglah orang yang memiliki putra yang sudah besar dan dewasa “.

Seketika itu, ‘Umar bin Abdul Aziz menimpali, ” Wahai Amirul Mukminin, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya, beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat “. (Q.S. Al A’laa: 14 – 15)

Sulaiman lalu berkata, “Raja’, perlihatkan padaku anak-anakku dengan memegang pedang”. Mereka lalu diberi pedang dan diperlihatkan pada Sulaiman, ternyata mereka terlalu kecil dan tidak kuat membawanya, mereka hanya bisa menyeret-nyeretnya. Sulaiman memandang mereka dan berkata, “Sungguh putra-putraku masih bocah dan lemah. Beruntunglah orang yang memiliki putra dewasa dan kuata “.

‘Umar bin Abdul Aziz menimpali, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya, beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat “. (Q.S. Al A’laa: 14 – 15)

Ketika Sulaiman tidak mendapati apa yang dia inginkan pada anak-anaknya, terbetiklah dalam dirinya untuk mengangkat ‘Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah karena dia sudah banyak tahu tentang keadaannya (selalu menemani Amirul Mukminin). Ia lalu mengajak Raja’ bermusyawarah tentang siapa orangnya yang hendak ditetapkan sebagai penggantinya. Raja’ menyarankan agar ‘Umar yang diangkat dan memberikan alasan-alasan yang kuat dan benar. Akhirnya, Sulaiman pun menyetujui hal itu dan mengatakan, ” Aku akan membuat dan menetapkan akad wasiat yang tidak ada bagian bagi setan di dalamnya “.Ketika sakitnya memuncak, Sulaiman menulis wasiat yang tidak diketahui oleh seorang pun kecuali Raja’ bin Haiwah al-Kindi. Di dalam wasiat itu, ia menetapkan ‘Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah yang menggantikannya, dan Yazid bin Abdul Malik sebagai khalifah setelah ‘Umar.

Sa’id bin Khalid beserta ‘Umar dan keluarganya menengok Sulaiman. Mereka semua melihat Sulaiman yang terkulai di ambang kematian. Selanjutnya, ‘Umar bin Abdul Aziz, Sa’id bin Khalid dan Raja’ bin Haiwah berjalan keluar. Sementara itu, ‘Umar tertinggal di belakang seperti sedang membenahi sandalnya hingga ia dapat menyusul Raja’. ‘Umar berkata kepada Raja’,
” Raja’, aku melihat Amirul Mukminin di ambang kematian. Kukira dia pasti akan mengangkat pengganti. Demi Allah, aku meminta kepadamu, jika ia menyebut-nyebut aku tentang itu (pergantian kekhalifahan-is), hendaknya kamu palingkan dia agar tidak memilihku. Jika ia tidak menyebut-nyebutku, hendaknya jangan kau sebut-sebut aku padanya tentang masalah itu sedikitpun “.

Raja’ berkata kepada ‘Umar, ” Pradugamu persis seperti yang kuduga. Apakah kaukira keturunan Abdul Malik akan memasukkanmu dalam urusan mereka ?”. Sebenarnya Sulaiman sudah selesai menetapkan khalifah penggantinya, tetapi Raja’ ingin menyembunyikannya pada ‘Umar. Kelak, ketika Hisyam bin Abdul Malik memegang khalifah, perbuatan Raja’ bin Haiwah disampaikan padanya dan Hisyam berkomentar, “Bukankah dia sahabat ‘Umar bin Abdul Aziz ketika dia menyetujuinya menjadi khalifah ? Karena itu, jadilah ‘Umar menjadi khalifah “. Perihal komentar Hisyam itu disampaikan kepada Raja’, maka Raja’ segera membuat klarifikasi, “Bukankah telah aku beritahukan padamu tentang masalah itu ?. Sesungguhnya, ‘Umar meminta padaku dengan nama Allah agar aku tidak menyebut-nyebut dia dalam masalah khilafah. Jika Sulaiman menyebut namanya, dia minta agar aku menghindarkan namanya agar dia tidak dipilih “.

Hisyam merasa takjub terhadap perkataan Raja’ dan berkata “Aku yakin bahwa setiap kali ‘Umar berkata, pasti dia mempunyai niat baik di dalamnya “.

Saat Sulaiman berada di ambang kematian dan sakitnya memuncak, dia memerintahkan untuk membaiat orang yang telah ia tetapkan dalam wasiatnya. Tak lama kemudian, Allah memanggil Sulaiman. Kematian itu dirahasiakan oleh Raja’ bin Haiwah, lalu ia keluar menuju keramaian manusia dan berkata, “Sesungguhnya Amirul Mukminin memerintahkan kalian untuk memberikan baiat kepada orang yang telah ia tetapkan menjadi penggantinya dan Alhamdulillah penggantinya itu saleh dan sangat tepat “. Mereka lalu menjawab, “Bawalah kami menghadap Amirul Mukminin sehingga kami bisa melihat dan mematuhi perintahnya “.

Raja’ masuk. Ia minta Amirul Mukminin disandarkan pada bantal, seorang pembantunya berdiri di sampingnya. Ia lalu memerintahkan orang-orang itu untuk masuk. Mereka berdiri di pintu dan mengucapkan salam dari jauh, dan mereka melihat sosoknya dari jauh. Sang pembantu menjawab salam menggantikan Amirul Mukminin dengan suara orang sakit, sementara mereka melihat ke arahnya. Khadim itu lalu berkata, ” Amirul Mukminin memerintahkan kepada kalian untuk membaiat orang yang telah beliau tetapkan sebagai penggantinya dan memerintahkan untuk mendengarkan segala perkataannya serta mematuhi perintahnya “.

Setelah itu, mareka keluar menuju masjid di mana rakyat telah berkumpul. Pembesar bani Marwan, bani Umayyah, dan para pemuka masyarakat semuanya hadir, mereka siap membaiat. Raja’ merasa lega melihat hal itu. Ia melihat-lihat, tetapi tidak menemukan ‘Umar bin Abdul Aziz. Segera ia keluar dan mencari-cari ‘Umar hingga akhirnya ia melihat dari jauh ‘Umar ada di sebuah masjid. Ia lalu mendekatinya dan berkata, ” Assalamu’alaika wa rahmatullahi wa barakatuh, hai Amirul Mukminin. Ayo berdirilah di mimbar “. ‘Umar berkata, ” Aku mohon dengan nama Allah, hai Raja’ “. Raja’ menjawab, ” Aku mohon padamu dengan nama Allah, jangan sampai rakyat kacau. Sulaiman telah menemui Allah yang telah menentukan kematiannya “.

‘Umar lalu berdiri hingga duduk di atas mimbar dan mengabarkan kematian Khalifah Sulaiman pada orang-orang, lalu membaca surat wasiat yang ternyata di dalamnya tertera pengangkatan ‘Umar sebagai khalifah dan Yazid bin Abdul Malik setelah ‘Umar. Ketika dia membacakan hal pengangkatan ‘Umar, bergetarlah tubuh Hisyam bin Abdul Malik dan berkata, “BAH !”. Seorang dari ahli Syam langsung mencabut pedangnya dan mengatakan, ” Kau berani mengatakan ‘BAH’ pada perkara yang telah diputuskan Amirul Mukminin ?! “. Ketika ‘Umar melanjutkan dan membacakan bahwa kemudian Yazid bin Abdul Malik setelah ‘Umar, Hisyam mengatakan, “Baiklah. Kami mendengar dan kami patuh”. Seluruh manusia mendengarkannya dan mematuhi wasiat itu. Mereka lalu berdiri dan membaiat ‘Umar.

dikutip dari Biografi
‘Umar bin Abdul Aziz – Penegak Keadilan
penerbit Gema Insani Press