Produk baru obat kuat berbahan dasar vardenafil, membuat pasar obat disfungsi ereksi makin ramai. Di Indonesia sendiri, yang nota bene masyarakatnya kebanyakan belagu, rasanya perlu menambah tingkat kebijakan untuk memilih mana yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Sebab untuk kasus penyakit ini, faktor mental ternyata juga sangat berpengaruh.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyetujui penjualan pil kedua untuk mengatasi disfungsi ereksi alias impoten, memasuki panggung pertempuran yang dahsyat dengan Viagra di pasar impoten yang bernilai miliaran dolar.
Obat baru itu bernama Levitra, masih satu keluarga dengan Viagra. Keduanya bekerja dengan sasaran enzim penting untuk membuat ereksi. Food and Drug Administration (FDA) telah mengizinkan peredaran Levitra.

Viagra vs Levitra

Sampai sekarang, Viagra pil biru berbentuk berlian hanya satu-satunya resep dokter oral yang tersedia bagi sekitar 30 juta pria Amerika yang menderita impotensi—kebanyakan tidak menggunakan terapi medis.
Levitra, dibuat oleh Bayer AG dan dipasarkan oleh GlaxoSmithKline, mulai dijual di Eropa. Pil impotensi ketiga Cialis, dari Eli Lilly & Co. dan Icos Corp. – juga mendapat persetujuan beredar di Eropa dan diperkirakan akan menggempur pasar farmasi AS akhir tahun ini.
Tiga pil itu secara keseluruhan bekerja dengan gaya yang sama dan masih belum ada penelitian yang dipublikasikan langsung untuk menjelaskan keunggulan pil itu masing-masing.
FDA menyetujui Levitra, yang dikenal dengan nama kimia vardenafil, berdasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa pria rata-rata bisa mengalami lima kali ereksi saat berhubungan seksual dengan meminum pil ini dibanding diberikan obat tiruan.
Dalam penelitian beberapa ribu pria, para peneliti melaporkan Viagra telah membantu 70 persen dari mereka untuk mengembalikan ereksi. Seperti Viagra, Levitra juga hadir dengan beberapa peringatan serius yang bisa berakibat fatal bagi beberapa pria yang meminumnya.
Menurut FDA, Levitra jangan digunakan bagi pria yang meminum nitrat yang terkandung dalam obat-obatan untuk penyakit jantung. Meminum obat yang disebut alpha blockers, seperti Cardura, untuk tekanan darah tinggi atau memperbesar prostat. Kombinasi keduanya akan menyebabtkan tersumbatnya tekanan pembuluh darah dan menyebabkan pingasan.
FDA juga menyatakan Levitra juga bukan untuk pasien dengan kondisi jantung jarang yang dikenal sebagai QT prolongation karena obat itu akan menyebabkan detak jantung tidak normal.
Levitra juga dilarang bagi pria yang pernah mendapat serangan jantung atau stroke yang mempunyai tekanan darah yang sangat rendah atau tekanan darah tinggi yang tak terkontrol.
Untuk pria normal, Levitra juga mempunyai dampak sampingan utama seperti sakit kepala, pilek dan hidung tersumbat. Sekitar 2% mengalami pusing/gamang.
Para pria disarankan untuk berolahraga secara fisik dahulu sebelum menggunakan Levitra untuk pertama kali, kata FDA. Pabriknya menyatakan Levitra akan ada di rak-rak apotik dalam beberapa pekan ini tapi menolak menyebutkan harganya.
Dengan pesaing baru itu, urologis memperkirakan boom iklan konsumer yang mungkin malah membuat para pria enggan pergi ke dokter dan meminta pendapat ahli.
Penjualan Viagra, yang dilempar di pasar tahun 1998, total mencapai US$1,7 miliar tahun lalu. Sebelum mempunyai pesaing, Pfizer, Inc membuat Viagra sebagai salah satu obat yang paling dipromosikan secara nasional dan menghabiskan dana pemasaran US$101 juta pada 2001 sendiri.
Bayer dan Glaxo tidak menjelaskan detail rencana pemasaran untuk Levitra, tapi mereka mulai kesepakatan sponsorship selama tiga tahun dengan National Football League senilai US$18 juta.

Generik
Sildenafil, itulah nama generik Viagra. Obat yang masih relatif baru ini begitu popular dewasa ini, khususnya di kalangan pria. Anti-impotensi oral yang dipasarkan melalui iklan-iklan mini di koran maupun internet ini dikatakan mampu mendongkrak kejantanan pria. Viagra dipandang lebih mudah dan praktis digunakan dibandingkan terapi impotensi lainnya. Namun benarkah obat baru ini aman untuk digunakan?
Serangkaian penelitian di Amerika menunjukkan, setelah sildenafil diberikan dengan dosis 25mg, 50mg dan 100mg pada lebih dari 3.000 pria berusia antara 19 s.d. 85 tahun yang menderita kesukaran ereksi (impoten) karena berbagai sebab, baik organik – termasuk kencing manis, psikogenik ataupun campuran keduanya; ternyata obat tersebut mampu memperbaiki aktivitas seksual pria dibandingkan plasebo. Dilaporkan bahwa keberhasilan ereksi meningkat dengan kenaikan dosis yang digunakan, terutama jika digunakan satu jam sebelumnya.
Namun di balik efektivitasnya yang prima, Viagra bukan tidak memiliki kelemahan. Ternyata ia pantang digunakan penderita jantung (infark myocardial, stroke, aritmia, atau penyakit jantung lainnya), hipotensi, hipertensi, dan retinitis pigmentosa. Pemakaian Viagra pada kondisi ini dapat memperparah penyakit tersebut. Tidak jarang terjadi ereksi berkepanjangan, yaitu sampai 4-6 jam disertai rasa nyeri pada organ seks. Jika ereksi lebih dari 6 jam ini tidak segera diobati, ada kemungkinan justru timbul impotensi permanen. Oleh sebab itu penggunaan Viagra harus dengan resep dokter dan tidak boleh digunakan semaunya. Pemakaian Viagra lebih dari sekali sehari dapat membahayakan organ seks pria.
Selain itu pria yang berusia di atas 60 tahun, penderita liver (sirosis), berpenyakit ginjal, atau sedang menggunakan obat lain yang menghambat sitokrom P-450 (misalnya eritromisin, simetidin, ketokonazol, itrakonazol, mikonazol, ekonazol) disarankan agar berhati-hati menggunakan Viagra karena kadarnya dalam darah dapat meningkat 3-8 kali dari normal. Obat-obat anti-HIV seperti saquinavir dan ritonavir juga dilaporkan mampu meningkatkan kadar sildenafil darah beberapa kali lipat. Maka untuk kelompok penderita ini dianjurkan menggunakan Viagra dosis rendah jika tidak ingin terkena impotensi permanen.
Sebaliknya perokok berat dan pemakai rifampisin (obat anti-TBC) kemungkinan tidak merasakan efek optimal Viagra, karena terjadi induksi enzim yang memetabolisme sildenafil. Para pengguna fenobarbital dan fenitoin (lazimnya untuk epilepsi) atau yang terkena kontaminasi DDT barangkali juga akan mengalami nasib yang sama yaitu penurunan aktivitas Viagra. Namun karena metabolit sildenafil dilaporkan memiliki aktivitas seperti senyawa induknya, peningkatan dosisnya perlu dipertimbangkan kembali.
Selain dipengaruhi oleh obat-obat lain, Viagra dilaporkan dapat pula mempengaruhi obat-obat golongan nitrat, dan ini menyebabkan peningkatan efek hipotensif obat-obat nitrat tersebut. Setelah diminum, Viagra diserap dengan cepat dalam keadaan perut kosong, dan hanya 40 persen yang mencapai sirkulasi darah, sedangkan sisanya termetabolisme di dalam hati. Jika seseorang memakan makanan berlemak, penyerapan obat ini tertunda dan berkurang sehingga dapat mengurangi manfaatnya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas Viagra sebagai pemacu ereksi bagi pria tidak diragukan lagi. Namun yang perlu diperhatikan adalah kontra indikasi penggunaannya, dan faktor risiko yang timbul akibat interaksi Viagra dengan obat lain dan makanan sehingga menyebabkan tujuan penggunaan tidak tercapai atau bahkan dapat membahayakan pasien tersebut. Pemakaian Viagra oleh masyarakat awam seperti yang saat ini terjadi sangat berisiko dan membahayakan bagi pemakai itu sendiri.