Gangguan hidup yang berkaitan dengan proses penuaan pada pria (andropause) akankah selalu terjadi? Pertanyaan ini sering muncul dan menghantui pikiran para pria yang beranjak memasuki usia lansia. Hal ini juga dikaitkan dengan kondisi yang terjadi pada proses penuaan peremuan, yaitu menopause.
Menopause adalah proses menurunnya produksi hormon estrogen yang erat kaitannya dengan menipisnya atau habisnya sel telur pada perempuan yang memasuki usia 45 tahun lebih. Hal seperti ini apakah bisa terjadi juga pada pria?
Menurut dr Heru H Oentoeng, MRepro, SpAnd dari Siloam Hospitals, Jakarta Barat, pada pria tidak terjadi habisnya produksi sperma. Sampai di usia tua, pria tetap memproduksi sperma. Tak heran kalau pernah terjadi kasus seorang kakek bisa menghamili perempuan yang usianya jauh lebih muda.
Sel spermatozoa dan hormon laki-laki (testosteron) diproduksi oleh dua sel yang berbeda, dan proses produksi tersebut mulai aktif sejak usia pubertas. Bila sudah memasuki usia lanjut, maka yang terjadi adalah penurunan produksi hormon testosteron yang menimbulkan gangguan mirip dengan menopause pada perempuan. Pada pria gejala itu disebut Testosterone Deficiency Syndrome (TDS) atau istilah kerennya andropause.
Untuk mengetahui gejala tersebut ada 10 tanda-tanda yang termasuk di dalam The St Louis ADAM (Androgen Deficiency in the Aging Male) questionnaire, yaitu:
– Terjadi penurunan gairah seksual
– Merasa lemah dan kekurangan energi
– Terjadi penurunan daya tahan tubuh
– Penurunan tinggi badan
– Penurunan pada kualitas hidup, jadi tidak bergairah.
– Perasaan sedih dan sering marah- marah
– Mengalami disfungsi ereksi
– Penurunan kemampuan terhadap aktivitas olahraga
– Sering mengantuk bila habis makan
– Penurunan prestasi kerja
Dengan urutan gejala ini, bila pria mengalami masalah pada no 1 dan 7 atau kombinasi empat atau lebih dari gejala- gejala tersebut, maka dikatakan pria tersebut mengalami andropause dan mungkin memerlukan terapi hormonal pengganti.
Pada pria lansia juga terjadi kurangnya elastisitas dari pembuluh darah di korpus kavernosa penis, sehingga tidak mampu menerima dan menahan banyak aliran darah di dalamnya. Pembuluh darah pada lansia cenderung mengalami penebalan, sehingga daya kekuatan pengisian korpus kavernosa akan berkurang. Hal ini menyebabkan kualitas ereksi penis jadi berkurang.
Kondisi ini juga dihubungkan dengan proses penurunan produksi dan kerja dari hormon testosteron, dan akan diperparah oleh adanya penyakit kronis seperti kencing manis, darah tinggi, kegemukan, atau pola hidup yang tidak sehat. Untuk mendapatkan terapi hormonal pengganti, agar bisa kembali menjalani hidup dengan kualitas yang lebih baik, perlu diketahui riwayat kesehatan pria lansia tersebut dan pemeriksaan hormonal yang mendasari pemberian terapi.
Bila sedang mengalami penyakit kronis yang cukup berat, maka perlu dikendalikan dulu sejalan dengan terapi hormonal pengganti yang akan dilaksanakan. Adanya gangguan pada kelenjar prostat merupakan halangan terapi tersebut bisa dijalankan.
Terapi hormonal pengganti dapat dilakukan melalui pemberian obat minum, gel, patch (koyo tempel), atau obat injeksi. Dan yang menjadi unggulan sekarang adalah yang melalui injeksi hormon testosterone undecanoate dan disuntikkan ke tubuh setiap tiga bulan sekali. “Dengan terapi ini kalangan pria lansia bisa meningkatkan kualitas hidup, dan menjadi lebih ber- bahagia,” ungkap Heru. [ARS/M-15]
KOMENTAR