Tahun 1325, Ibnu Battuta meninggalkan kota
kelahirannya Tangier, Maroko. Selama hampir tiga puluh
tahun Ibnu Battuta melakukan perjalanan mengunjungi
daerah-daerah yg luasnya sama dengan luas 44 negara
zaman modern, dan menempuh jarak kira-kira 73.000 mil.

Satu setengah tahun pertama dalam petualangannya Ibnu
Battuta mengunjungi Afrika Utara, Mesir, Palestina dan
Suriah, sebelum akhirnya menunaikan ibadah haji yang
pertama tahun 1326 di Mekah. Setelah menunaikan ibadah
haji Ibnu Battuta melanjutkan perjalanan mengelilingi
Irak dan Persia. Tahun 1328 ia naik kapal menuju
pantai timur benua Afrika mengunjungi Tanzania, Oman
dan Teluk Persia. Tahun 1330 Ia pergi berkeliling
Mesir, Suriah, Asia Kecil, melintasi Laut Hitam menuju
Asia Tengah bagian barat, mengunjungi Istambul,
ibukota Byzantium. Melalui padang rumput Asia, Ibnu
Battuta berjalan ke arah timur melintasi Transoxiana,
Khurasan dan Afganisthan, lalu tiba ditepi sungai
Indus pada bulan September 1333.

Di India Ibnu Battuta mencari pekerjaan pada
Kesultanan Delhi, dan sempat tinggal selama delapan
tahun sebelum akhirnya melanjutkan petualangannya
menuju Benggala, pantai Burma, Pulau Sumatra, dan
Canton, Cina.

Tahun 1946 Ibnu Battuta kembali ke Mekah. Setelah
selesai menunaikan ibadah haji untuk yang kesekian
kali, ia pulang ke kampung halaman pada penghujung
tahun 1349. Setahun kemudian ia kembali melakukan
perjalanan melintasi selat Jibraltar ke kerajaan
muslim Granada. Tahun 1353, Ibnu Battuta melakukan
petualangannya yang terakhir pada usia 49 tahun
melintasi gurun sahara menuju kerajaan Mali di wilayah
Sudan Afrika Barat. Tahun 1355, ia kembali ke Maroko
pada usia 51 tahun dan menetap hingga akhir hayatnya.

Selama menempuh perjalanan Ibnu Battuta telah
mengalami banyak kesulitan karena badai, bajak laut,
perampok, penyerang nomad dan terbentur pada
peperangan antara negara yang sedang bertikai. Selama
perjalanan itu pula, Ibnu Battuta senantiasa
menyempatkan diri untuk menuju pertapaan dan tempat
tinggal para aulia untuk bergabung mencari
pengetahuan, persahabatan dan menerima makrifat
mereka. Ia Seakan untuk membentengi dirinya dengan
kemuliaan yang lebih dalam dan tenang sebelum kembali
ke jalanan.

Para penulis Barat menggambarkan Ibnu Battuta sebagai
seorang peneliti yang gagah berani dan menghargai
sebagai “Marco Polo dunia Muslim”, yang mempertaruhkan
hidupnya untuk menemukan ‘terra incognita’ dan
menyampaikan pengetahuan tentangnya untuk menjadi
perhatian umum.