Quantum mechanics kerapkali dianggap sebagai ilmu angkasa luar. Pada hal, kehidupan sehari-hari dalam era pasca modern, banyak bergantung pada ilmu ini. Komputer, smart-phone dan semua perangkat yang menggunakan transistor, adalah hasil penerapan prinsip-prinsip Quantum Mechanics. Karya tulis ini ditujukan kepada masyarakat awam untuk sedikit mengenal dan mengintip penerapannya dalam dunia kedokteran masa kini dan masa depan.

Mengenal Quantum Mechanics
Fisika adalah ilmu yang mempelajari prilaku atau reaksi benda / materi terhadap kinerja atau intervensi berbagai gaya alamiah, seperti: gaya tarik bumi, radiasi, elektro-magnetik dan sebagainya. Memasuki abad ke 20 (1900-1920), ilmu ini terbagi dalam dua kelompok yaitu: Classical Mechanics dan Quantum Mechanics.

Istilah ‘quantum’ dilontarkan oleh ahli Fisika: Max Planck dalam tahun 1900. Postula / axiomanya adalah:
”Setiap benda dibentuk oleh massa yang sangat kecil yaitu elektron-proton dari atom.”

Massa mikroskopik tersebut dinamakannya : ‘quantum’ (jamak: quanta). Bukan saja elektron dan proton, tetapi energi yang membuatnya berputar dan daya tarik-menarik yang membuatnya saling mengikat, juga merupakan suatu ‘quantum.’ Karena quantum adalah suatu massa, maka dapat diukur dan dinyatakan dengan angka.

Perbedaan utama antara Classical Mechanics dan Quantum Mechanics terletak pada besar obyek dan reaksinya terhadap intervensi gaya. Obyek Classical Mechanics adalah benda-benda yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan bersifat statik, sedangkan obyek Quantum Mechanics adalah elemen-elemen atom (elektron-proton) yang bersifat dinamik. Dalam Classical Mechanics, gaya dorong, gaya tarik bumi, gaya radiasi panas dan sebagainya akan mengubah sifat-sifat dari benda yang dihantamnya (diintervensinya), seperti: posisi asalnya, bentuknya, warnanya dan sebagainya. Hal yang sama juga terjadi pada Quantum Mechanics. Dalam hal ini, sifat-sifat dinamik elektron-proton yang diubah adalah: posisi, arah maupun kecepatan berputar, jauh lompatan, polarisasi, orbit / lintasan putaran dan sebagainya. Perbedaan lain yang sangat penting adalah: elektron-elektron dapat saling berinteraksi walaupun jarak antaranya mencapai ratusan kilometer (teori ‘entanglement’). Makala ini tidak akan membahas berbagai teori Quantum Mechanics yang ujung-ujungnya berakhir dengan rumus-rumus matematika yang sangat rumit. Namun untuk mengenal Quantum Mechanics, beberapa teori dasar perlu difahami.

Unsur atom yang sangat dinamik adalah elektron. Oleh karenanya, dalam bahasan selanjutnya, obyek Quantum Mechanics merujuk pada elektron. Elektron memiliki dua wujud yaitu materi atau partikel dan gelombang. (wave-particle duality.) Sebagai materi, elektron mengikuti hukum-hukum fisika dari Classical Mechanics. Namun sebagai gelombang, elektron bebas bergerak ke segala arah dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Akibatnya, elektron tidak lagi mengikuti hukum-hukum Classical Mechanics.

Eksperimen berikut ini akan menunjukkan perbedaan antara Classical dan Quantum Mechanics sebagai konsekuensi perbedaan obyek tersebut di atas. Bila kita menembakkan peluru melalui suatu celah dan di belakang celah tersebut kita letakkan suatu layar, maka kita dapat melacak arah lintasan dan posisi akhir peluru tersebut. Sekarang kita perkecil celah itu hingga hanya dapat dilalui oleh sebuah elektron. Bila kita tembakkan satu elektron ke arahnya, lintasan dan posisi akhir elektron tersebut tidak mungkin dapat kita lacak bahkan terka sekalipun.
Fenomena ini disebabkan oleh sifat dinamik elektron serta wujudnya sebagai gelombang. Postula yang lahir dari eksperimen tersebut adalah: “obyek Classical Mechanics bergerak di atas landasan yang konkrit (dapat dilacak), sedangkan obyek Quantum Mechanics bergerak di atas landasan abstrak yaitu berbagai kemungkinan lintasan yang terbentang di hadapannya (lahir: teori ‘Freedom by chance’).”

Karena bebas memilih lintasan dan tujuan akhirnya, elektron se-akan-akan berjiwa dan dapat berulah ‘semau gue.’ Hal ini mengakibatkan ahli fisika kondang dari Inggris, Stephen Hawking (1942-2018) menolak adanya Sang Pencipta. Namun tidak demikian halnya dengan Albert Einstein (1879-1955) yang mengatakan: ’Tuhan tidak mungkin melempar dadu (seperti berjudi) dalam menciptakan alam semesta.’
Ternyata, Einstein benar sebab dalam memilih lintasan dan tujuan akhirnya, elektron tidak seratus persen bebas. Pengulangan berkali-kali dari setiap eksperimen yang sama, secara statistik menunjukkan bahwa arah lintasan dan tujuan akhir elektron dapat diperkirakan dengan akurasi yang bahkan lebih tinggi dari Classical Mechanics. Dengan demikian kebebasan elektron ada batas-batasnya. Dan batas-batas inilah yang membuktikan adanya kontrol, otoritas, dan kekuasaan Ilahi.

Dengan berpijak pada postula Max Planck, ahli fisika jenius dari Austria, Erwin Schrödinger (1887-1961), berhasil membuat rumus matematika yang dapat memperkirakan letak elektron dalam model atom Niels Bohr. Keberhasilan ini disusul dengan lahirnya berbagai rumus untuk memperkirakan efek berbagai gaya terhadap elektron. Reaksi elektron-elektron ini pada gilirannya pula akan menentukan fungsi dari benda yang dibentuknya.

Oleh karena banyak fenomenanya yang belum mampu difahami, beberapa pakar fisika, menjuluki Quantum Mechanics sebagai ilmu sulapan (spooky science.) Namun berkat Quantum Mechanics, berbagai eksperimen yang dahulu tidak mungkin, kini dapat dilakukan. Maka lahirlah alat-alat canggih di mana condong untuk terus bergulir dengan kecepatan seperti kuda yang berpacu. Oleh karenanya, sebagai kaum awam di abad pasca modern ini, kita akan ‘ketinggalan zaman’ bila tidak mengenal secara sekilas Quantum Mechanics.

Aplikasi Quantum Mechanics
Quantum Mechanics mengotak-ngatik elemen / materi dasar yang membentuk baik benda mati maupun jasad hidup. Oleh karenanya, prinsip-prinsip Quantum Mechanics dapat diterapkan di segala bidang. Lahirlah kemudian cabang-cabang Quantum Mechanics, seperti Quantum Biology, Biochemistry, Optics, Computer, Elektro, Electro-magnetic dan sebagainya.
Penerapan ilmu ini di bidang industri dan kedokteran menghasilkan berbagai perangkat yang antaranya: GPS, Smart phone, MRI untuk diagnosa penyakit, Sinar Laser untuk pembedahan, Atomic Celsium Super Clock di mana selama lima milyard tahun hanya meleset sedetik, Super Computer, mini transistor berkapasitas tinggi, semi-conductor, dan sebagainya.

Aplikasi masa depan kedokteran
Pengambilan katarak dengan sinar laser dan penggunaan cyber knife dalam pembedahan (sebenarnya suatu penyinaran) kini sudah menjadi praktek sehari-hari. Kedua teknologi kedokteran di atas adalah contoh-contoh dari penerapan Quantum Mechanics dalam dunia kedokteran masa kini.
Cikal bakal organ-organ adalah sel stem. Sel ini bersifat omnipotent yaitu memiliki potensi untuk menjadi bermacam-macam organ. Arah pertumbuhan stem sel dan tujuan akhirnya yaitu jenis organ yang akan dibentuknya, ditentukan oleh serangkaian reaksi biokimia yang dikendalikan oleh zat yang disebut enzyme. Masih sebatas eksperimen, kinerja enzyme-enzyme ini diupayakan dapat diganti dengan menerapkan prinsip-prinsip Quantum Mechanics terhadap sel stem. Akan tiba waktunya bahwa pasien yang memerlukan transplantasi organ tidak lagi harus menunggu bagaikan ‘si-kerdil menantikan jatuhnya bulan.’ Penerapan Quantum Mechanics dalam ilmu kedokteran masa depan juga akan membuka kemungkinan penanggulangan berbagai kelemahan fungsi-fungsi otak dan panca indera dalam: bernavigasi, ketajaman pendengaran / penciuman dan sebagainya.
Dalam film fiksi Star Trek, para tokohnya dapat berpindah tempat melalui transmisi elektron-elektron tubuhnya. Berdasar Quantum Mechanics (teori ‘entanglement’) secara teoritis, kitapun dapat saja secara tiba-tiba berpindah ke planet lain tanpa perlu menjadi angkasawan terlebih dahulu.
Kurang dari seabad yang lalu, kita ditertawakan dan digelari si pengchayal, bila mengatakan:”hanya dengan berdiri di depannya tanpa mantra-mantra, pintu dapat ‘buka-tutup’ sendiri.” Namun, apa yang ‘khayal’, kini menjadi kenyataan. Maka bukan tidak mungkin bila suatu saat cicit-cicit kita dapat menikmati transportasi elektron tubuh seperti dalam ‘Star Tek’.

Oleh: Dr. Pouw Tjoen Tik*
Purnawirawan Research Associate University of Oklahoma
– Alumni FK Unair –
berdomisili di Texas – USA