Berikut ini beberapa cerita yang menggambarkan bahwa kesyirikan adalah realita memilukan yang seharusnya menjadi keprihatinan kita bersama. Dan perhatian kepadanya haruslah lebih besar daripada perhatian kita untuk mengobati ‘penyakit masyarakat’ yang lainnya.
Pengagungan Makam Sunan Kalijaga
Lokasi makam ini ada di desa Kalidangu Demak, dengan tradisi kemusyrikan berupa penyucian benda-benda pusaka (jimat) yang sering diadakan pada tanggal 10 bulan besar (Zulhijah). Kebanyakan yang dilakukan di makam ini oleh para peziarah (pecinta kemusyrikan) adalah bersemedi. Dengan alasan menapaktilasi tradisi seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga saat topo ngluweng (bertapa dengan cara dikubur seperti orang mati). Mereka meminta wangsit (wahyu) dan meminta kepada arwah Sunan Kalijaga agar semua hajatnya dikabulkan. Anehnya dalam doa dan semedinya terkadang didahului dengan membaca wirid-wirid dan tahlil serta salawatan. Sudah sangat banyak peziarah yang nginep (menginap) dan bersemedi di tempat ini untuk ngalap berkah, mencari wangsit dan memohon segala sesuatu. (Dikutip dari Bahaya !!! Tradisi Kemusyrikan di Sekitar Kita, hal. 50. dengan sedikit perubahan susunan).
Persembahan untuk Ratu Laut Selatan
Dalam ritual ini berbagai persembahan dihaturkan pada Kanjeng Ratu Kidul, yang mereka yakini secara turun menurun sebagai penguasa Laut Selatan. Tempat yang terkenal sebagai pusat ritual adalah di sekitar Parangkusumo. Ritual yang masih bernuansa kemusyrikan seperti ini dilakukan dengan tujuan sebagai bentuk permohonan untuk mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan, khususnya bagi warga Keraton dan masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Upacara dilaksanakan di pagi hari oleh abdi dalem dan masyarakat. Dibuka dengan mantra dari juru kunci Parangkusumo, lalu persembahan-persembahan yang berupa pakaian wanita, alat-alat kosmetik, sirih, bunga dan ubo rampene (perlengkapan lainnya), dihanyutkan ke Laut Selatan. Pada hari Kamis 18 Oktober 2001 ratusan warga Bantul dan sekitarnya mengikuti prosesi ritual persembahan labuhan di pantai Parangkusumo, Bantul Yogyakarta. Persembahan ini selalu diikuti oleh warga yang ingin ngalap berkah dengan cara ngrayah (berebutan mendapatkan) barang-barang yang dipersembahkan dalam labuhan tersebut antara lain; ubo rampe ageman (perlengkapan pakaian) Putri Laut Kidul lengkap, potongan kuku dan rambut Ngarso Dalem Sultan Hamengkubuwono X, surjan lengkap, dan lain-lain. Upacara serupa juga dilakukan di Gunung Lawu, Tawangwangu Jawa Tengah, dan di Gunung Merapi di Yogyakarta (Diringkas dari Bahaya !!! Tradisi Kemusyrikan di Sekitar Kita, hal. 77-79).
Persembahan untuk Penguasa Gunung Merapi
Di Dukuh Sumber Desa Klakah Kecamatan Selo Boyolali para warga mengadakan selamatan nasi tumpeng jagung yang dilengkapi dengan uba rampe lainnya yaitu; golong jagung, pelas, polowijo, wedang kopi, teh, air putih dan gula jawa. Selain itu ada pula jenang abang putih, nasi kepyar, bubuk deli panggang buto, jadah bakar, ketela bakar dan rokok. Sesaji lengkap dengan hasil pertanian itu diyakini warga sebagai hidangan kesukaan ‘penguasa gunung Merapi’ [Siapa lagi yang dimaksud dengan penguasa Gunung Merapi, kalau bukan jin dan bala tentara iblis?!]. Seluruh uba rampe itu, kemudian didoakan untuk memohon keselamatan kepada Sang Pencipta agar apabila Merapi meletus, warga bisa terhindar dan tidak ada korban jiwa. Makanan yang tersedia kemudian dibagikan dan dimakan bersama-sama. (Sumber: koran Kedaulatan Rakyat, 06 Mei 2006).
Praktek Perdukunan
Orang yang terbelit dalam perangkap perdukunan dan tipuan syetan ini tidak saja hanya orang awam dan rakyat jelata, tetapi banyak juga dari golongan para pejabat yang intelektual dan para konglomerat yang berpangkat. Mereka menjuluki para dukun ini dengan sebutan sebagai orang pintar, ahli hikmah, paranormal, mentalis, spiritualis inner power, hiper metafisik, dan sebutan keren lainnya. Para dukun yang lebih senang disebut sebagai ahli hikmah, orang pinter, paranormal, hiper metafisik dan nama keren lainnya ini tidak lagi membuka praktek di kampung-kampung. Tetapi di tempat-tempat elit seperti perhotelan, membuka studio tempat praktek sekaligus sebagai kantornya atau bahkan ada yang berani membuka pesantren untuk mengelabui para pasiennya. Mereka juga berani melakukan seminar-seminar ilmiah dan beriklan di media cetak dan elektronik dan bahkan lewat internet
Bahkan para paranormal sekarang ini sudah berani mengobral ramalan-ramalan mereka di televisi. Kalau kaum muslimin marah melihat praktek perjudian, pemerkosaan, korupsi, narkoba, dsb. maka sudah selayaknya mereka lebih marah dan murka menyaksikan tayangan kesyirikan yang masuk ke dalam rumah-rumah mereka! Wahai, orang yang masih memiliki hati di manakah hati kalian. Kalian marah melihat kehormatan manusia dilecehkan, akan tetapi kalian tidak marah melihat kehormatan Allah diinjak-injak dan dihinakan?! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Adakah musibah yang lebih dahsyat daripada musibah ini?
Bintang Anda Hari Ini
Sering kita dapatkan di koran-koran adanya ramalan bintang (horoskop). Orang diramal berdasarkan jenis bintangnya; Taurus, Leo, Aries, Sagitarius, dan lain sebagainya. Di sana biasanya dicantumkan tentang berbagai hal, mulai dari persoalan asmara, kesehatan, sampai urusan rejeki dan jodoh yang akan didapatkan. Bagi sebagian orang hal ini adalah sesuatu yang biasa saja. Akan tetapi bagi orang yang telah memahami keagungan tauhid, hal ini adalah kemungkaran yang sangat besar dan membahayakan dunia.
Ini adalah kenyataan yang bisa kita saksikan. Padahal, ramalan semacam ini tergolong tindak kesyirikan yang sangat dilarang oleh Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang mendatangi paranormal kemudian menanyakan sesuatu kepadanya maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim dan Ahmad). Termasuk dalam kategori perdukunan dan ramal meramal adalah meramal nasib dengan melihat garis telapak tangan, menuangkan air dalam cangkir atau baskom, horoskop, atau ramalan bintang yang banyak bertebaran di koran, tabloid dan majalah-majalah. Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah mengatakan bahwa itu semua termasuk kategori perdukunan/kahanah (Lihat At Tam-hid, hal. 324. Dan pada saat ini praktek ramal-meramal ini pun telah menyusup ke segala penjuru negeri dengan adanya fasilitas HP (hand phone). Tinggal ketik : reg – ramal – nama – tgl lahir, lalu kirim ke nomor sekian-sekian … Apakah ini yang disebut dengan bersyukur ? La haula wa la quwwata illa billah!)
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi paranormal atau dukun kemudian membenarkan informasi yang disampaikannya maka sungguh dia telah kafir terhadap ajaran yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al Hakim, dia berkata shahih dan memenuhi kriteria Al Bukhari dan Muslim dan disepakati oleh Adz Dzahabi, dishahihkan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil 2006. Lihat Minhah Ilahiyah, hal. 69-70)
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rabb kalian ?” Mereka (para sahabat) mengatakan,“Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu” Beliau bersabda,“(Allah berfirman) Pada pagi hari ini ada diantara hamba-Ku yang beriman dan ada yang kafir kepada-Ku. Orang yang berkata,‘Kami telah mendapatkan anugerah hujan berkat keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang-bintang. Adapun orang yang berkata,‘Kami mendapatkan curahan hujan karena rasi bintang ini atau itu, maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang’.” (Muttafaq ‘alaih).
Tradisi Ruwatan
Pada umumnya acara ini ditujukan untuk tolak bala dan kesialan serta mencari perlindungan dan keselamatan. Menurut kepercayaan tradisional masyarakat Jawa, orang-orang yang harus diruwat biasanya mempunyai ciri khusus yang dipercayai bisa membawa sial [Dalam istilah ilmu tauhid keyakinan ini disebut dengan thiyarah. Padahal Nabi telah menyatakan,”Thiyarah adalah syirik.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, disahihkan oleh At Tirmidzi). Lihat Kitabut Tauhid (Majmu’ah Tauhid, hal. 130)], seperti anak tunggal laki-laki (ontang-anting), dua bersaudara saja laki-laki dan perempuan (gedhono gedhini), dan lain-lain. Prosesi ruwatan dilakukan dengan berbagai macam cara. Ada yang dengan cara mencuci benda pusakanya, ada yang dengan memandikan orang yang diruwat. Menurut kepercayaan yang melekat secara turun temurun, meski telah menjalani kewajiban ajaran Islam, namun bila belum diruwat, orang tersebut bakal sering mendapat musibah dan kesialan (Diringkas dari ‘Bahaya !!! Tradisi Kemusyrikan di Sekitar Kita’, hal. 131-132. Bandingkanlah kesyirikan kaum musyrikin jahiliyah yang menganggap sial karena hal-hal yang terjadi di luar diri mereka seperti karena terbangnya burung ke kiri, dsb. dengan keyakinan sebagian kaum ‘muslimin’ di era global ini yang menganggap sial karena sesuatu yang ada pada diri mereka sendiri yaitu keadaan mereka yang dilahirkan sebagai satu-satunya anak lelaki misalnya ! Manakah yang lebih parah ?! Tidakkah ada yang mau mengambil pelajaran?).
Sedih, itulah perasaan yang muncul setelah melihat berbagai realita kesyirikan yang bertebaran di masyarakat kita. Sebuah negara yang dibangga-banggakan sebagai sosok negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Mungkin saja mereka lupa bahwa jumlah yang besar bukanlah jaminan kemuliaan dan kemenangan. Mungkin mereka telah lalai bahwa kemuliaan hanya bisa diraih dengan ketakwaan. Mungkin mereka tidak ingat kalau kemenangan hanya akan diraih oleh orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dengan menegakkan panji-panji tauhid dan mengibarkan bendera permusuhan untuk memberangus kesyirikan dan berbagai tindak pelecehan terhadap ajaran agama. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian membela (agama) Allah, niscaya Allah juga akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian.” (QS. Muhammad [47] : 7).
KOMENTAR