Oleh: Pouw Tjoen Tik

Rekayasa sebenarnya hasil otak-atik ilmuwan untuk menirukan proses-proses yang terjadi di alam. Semua hak cipta proses alamiah adalah milik Sang Khalik semata. Hanya oleh rahmatNya, kita diperkenankan menirukan sesuai dengan waktu yang dijadwalkanNya.

Kelahiran setiap rekayasa diawali dengan pengamatan, penyusunan hipotesa, dan pembuktiannya untuk menjadi teori (melalui berbagai percobaan) yang berujung pada penerapan teori tersebut menjadi suatu teknik. Pengembangan rekayasa biomedis pun tidak terlepas dari mekanisme ilmiah tersebut.

Kloning adalah rekayasa biomedis untuk membentuk organisme dengan mengopi susunan genetik organisme lain yang sejenis. Apek utama yang perlu dihayati adalah: susunan genetik dan keberadaannya, serta proses perkembang-biakan.

Genetika Sel-sel

Sel-sel jasad hidup terbagi dalam dua kelompok, yaitu sel-sel pembentuk tubuh atau somatik (somatic cells) dan sel-sel reproduktif (telur/sperma). Gen-gen teruntai pada benang-benang yang disebut kromosom (chromosomes) dan tersimpan dalam inti setiap sel. Manusia memiliki 24 jenis kromosom, 22 kromosom di antaranya berisi gen-gen pembentuk sel-sel tubuh (autosomal chromosomes), dan dua jenis lainnya adalah kromosom penentu jenis kelamin (kromosom seks: X dan Y).

Dalam inti sel-sel somatik, setiap autosomal chromosomes memiliki duplikat (pasangan), satu berasal dari ibu dan yang lainnya dari sang ayah. Dengan demikian, jumlah autosomal chromosomes pada sel-sel somatik mencapai empat puluh empat untai. Di samping itu, sel somatik juga mengandung sepasang kromosom seks, yaitu XX bila insan bersangkutan wanita dan XY bila pria, sehingga total keseluruhan kromosom mencapai 46 untai atau 23 pasang.

Hal ini berbeda dengan sel-sel reproduktif (telur/sperma). Sel-sel reproduktif hanya memiliki seuntai (nonduplikat) autosomal chromosomes dan kromosom X (sel telur), serta X atau Y (sperma). Akibatnya, total kromosom pada sel telur dan sperma hanya 23 untai (setengah dari jumlah kromosom sel somatik).

Perbedaan jumlah kromosom ini sangat penting, karena pada proses pembuahan, kromosom-kromosom sel telur dan sperma membaur. Dengan demikian, jumlah kromosom sel telur yang telah dibuahi (zygote) dapat tetap dipertahankan, yaitu 23 pasang (termasuk XY atau XX) seperti yang terlacak dalam setiap sel tubuh kita.

Proses pembentukan janin merupakan salah satu misteri kehidupan. Dunia kedokteran hanya dapat menjulukinya dengan sebutan “proses reprogramming sel telur”. Reprogramming mengandung arti, fungsi sel telur diprogram ulang setelah kemasukan sperma atau sel yang lengkap kromosomnya. Misteri kedua adalah terjadinya reprogramming khusus, di mana pada tahap awal pembelahan sel, sel telur yang dibuahi terbelah dua dan membentuk dua anak sel yang kemudian tumbuh menjadi kembar identik.

Hingga kini, belum diketahui faktor penyebabnya. Berdasar penelitian terakhir di beberapa negara, sebutan “identik” mungkin perlu diralat, sebab ada perbedaan kecil DNA dari kedua kembaran (Science Daily, 20 Februari 2008).

Rekayasa dan Risiko

Bermodalkan teori hasil pengamatan di atas, para ilmuwan kini siap melangkah ke tahap akhir, yaitu penerapan teknik kloning. Secara awam, batasan kloning adalah rekayasa menirukan proses pembuahan sel telur dan kembar identik yang dilakukan dalam sebuah piringan gelas/plastik (Petri dish).

Ada dua kelompok teknik kloning. Kelompok pertama (versi sederhana) menirukan proses alamiah dari kembar identik dan karenanya disebut: kembar buatan (artificial embryo twinning). Teknik ini tidak bedanya dengan pada bayi tabung, di mana sebuah sperma disuntikkan ke dalam sitoplasma sel telur. Selanjutnya, seperti pada kembar identik sel-sel janin dibagi dua sehingga terbentuklah dua janin yang identik.

Teknik kloning yang lebih maju adalah dengan menyuntikkan (memakai microinjector) atau meneroboskan (menggunakan kejutan aliran listrik atau electrical pulse shock) inti sel somatik ke dalam sel telur yang telah digembosi, yaitu diambil intinya (somatic nuclear cell transfer atau SNCT).

Penggembosan sel telur ini sangat penting, karena sel somatik mengandung kromosom lengkap. Bila sel telur masih mengandung inti, maka janin (zygote) yang terbentuk akan memiliki kelebihan kromosom, dan berpeluang untuk tumbuh menjadi makluk yang menakutkan (monster).

Sel somatik yang disuntikkan, dapat diambil dari semua bagian tubuh kita (kecuali sel telur dan sperma). Pada teknik kedua ini, peran reprogramming sel telur tampak lebih jelas lagi. Seperti pada bayi tabung, janin hasil kedua teknik kloning di atas, kemudian dipindahkan ke dalam rahim wanita yang bersedia menerimanya.

Teknik kloning masih perlu ditingkatkan karena persentasi keberhasilannya sangat rendah (antara satu promil hingga tiga persen). Di samping itu, kerapkali individu hasil kloning memiliki organ-organ vital (jantung, ginjal, otak) dengan ukuran di luar batas-batas normal, sehingga mengancam kelangsungan hidupnya.

Risiko yang paling mengerikan adalah lahirnya monster akibat proses reprogramming sel telur tidak berjalan, seperti pada pembuahan alamiah.

Pandangan salah yang banyak dihembuskan adalah bahwa teknik kloning menghasilkan individu yang sepandai donornya. Jadi kalau donornya jenius, maka kloning menghasilkan manusia jenius pula. Pandangan itu tidak lebih dari pada dongengan, karena kloning adalah rekayasa pembuahan sel telur. Kemampuan intelektual dan perkembangan jiwa ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan dan berada di luar jangkauan kloning.

Gebrakan rekayasa biomedik ini terus digulirkan walaupun menuai banyak kritikan dan menantang banyak hambatan teknis. Alasannya adalah, kloning memberi harapan cerah bagi suami dengan produksi sperma yang kurang (oligosperma) atau sama sekali tidak memproduksi sperma (azoospermia). Di samping itu, rekayasa kloning dipandang sebagai terobosan ilmiah yang penting dalam mencegah kepunahan satwa-satwa tertentu.

Penulis adalah alumnus Fakultas Kedokteran Unair, berdomisili di Aus tin, Texas, USA.