kanker-serviksMeski kanker leher rahim atau biasa disebut kanker serviks setiap saat mengancam jiwa setiap perempuan di Indonesia, umumnya kesadaran dan pengetahuan akan bahaya penyakit ini masih rendah. Hal ini terjadi khususnya pada masyarakat pedesaan, karena dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor ekonomi, sosial, pendidikan, kurangnya edukasi, dan akses informasi.

Demikian, ahli kebidanan dan kandungan dari Siloam Hospitals, dr Adhitya Indrapaja kepada SP di Cikarang belum lama ini. Menurutnya, kasus kejadian kanker serviks ibarat fenomena gunung es dimana jumlah kasus yang timbul ke permukaan lebih sedikit dari kasus yang sesungguhnya.

“Kasus kanker serviks seringkali dijumpai pada stadium yang sudah lanjut sehingga upaya pengobatan tidak optimal dan menyebabkan kematian,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, akhir-akhir ini upaya untuk menekan kasus kanker serviks dengan menemukan kasus pada stadium prakanker giat dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga yang peduli terhadap kanker serviks. Hanya saja, upaya ini masih sulit untuk menjangkau masyarakat pedesaan secara luas karena fasilitas sarana dan prasarana yang minim.

“Sedangkan pada masyarakat perkotaan, tingkat kesadaran akan bahaya kanker serviks sudah meningkat, mereka secara sadar sudah memeriksakan diri ke dokter untuk upaya deteksi dini dengan pap smear,” lanjutnya.

Mengacu pada data Yayasan Kanker Indonesia, angka kematian akibat kanker serviks terbanyak di antara jenis kanker lain di kalangan perempuan. Angka kejadian sekitar 74 persen dibandingkan kanker ginekologi lainnya. Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks, sementara setiap tahunnya terjadi 15.000 kasus baru dengan kematian 8.000 orang.

Sementara itu, data WHO tahun 2003 menyebutkan, sekitar 500.000 perempuan setiap tahunnya didiagnosis menderita kanker serviks dan hampir 60 persen di antaranya meninggal dunia. Secara epidemiologi, kanker serviks cenderung timbul pada kelompok usia 33-55 tahun, tetapi dapat juga timbul pada usia yang lebih muda.

Deteksi Dini

Penyebab kanker serviks adalah virus HPV (human papilloma virus). Virus ini adalah sejenis virus yang menyerang manusia. Infeksi HPV dapat terjadi melalui penyebaran seksual. Karena itu, kata Adhitya, virus ini dapat menginfeksi semua orang.

Perempuan yang mulai berhubungan seksual pada usia muda (di bawah 20 tahun) dan sering berganti pasangan memiliki risiko tinggi untuk terkena infeksi HPV. “Namun, tidak berarti yang setia dengan satu pasangan tidak berisiko, karena semua wanita memiliki resiko yang sama. Pasangan yang terinfeksi HPV dapat menjadi sumber penularan,” katanya.

Faktor lain yang turut mempengaruhi timbulnya kanker serviks adalah wanita perokok dan pengguna pil KB. Lebih lanjut Adhitya mengatakan, kanker serviks juga sering disebut (pembunuh berdarah dingin) silent killer, karena pada stadium awal penyakit ini tidak menimbulkan gejala. Jika sudah berkembang menjadi kanker, akan ditemukan gejala seperti keputihan yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, perdarahan pascasenggama, perdarahan di luar atau di antara siklus haid, dan rasa sakit pada saat berhubungan seksual.

“Jika dijumpai keluhan tersebut harus diwaspadai dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter, jangan ditunda karena sudah membahayakan jiwa,” katanya.

Karena itu, deteksi sel-sel yang abnormal, secara dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan pap smear. Pemeriksaan pap smear adalah pemeriksaan terhadap cairan pada dinding serviks yang diambil melalui pemeriksaan dalam oleh dokter dan dilihat interpretasi melalui mikroskop.

Prosedur pemeriksaan ini hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 10 menit. Perlu diketahui untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, sebaiknya pemeriksaan ini dilakukan saat tidak haid (waktu 5-7 hari setelah selesai haid) dan tidak melakukan hubungan seksual dua hari sebelumnya. “Perlu diberikan juga informasi mengenai haid terakhir, jumlah anak, kontrasepsi yang digunakan dan adanya riwayat radiasi atau minum obat-obatan hormonal,” lanjutnya.

Jika hasil pap smear terdapat lesi prakanker (sel-sel abnormal), dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan bergantung dari derajat sel-sel abnormal yang ditemukan. Pemeriksaan lanjutan dapat berupa pemeriksaan ulang pap smear 3 bulan kemudian, pemeriksaan HPV DNA, atau pemeriksaan kolposkopi.

Jika dari hasil pemeriksaan lanjutan ditemukan lesi abnormal, maka dilakukan pengobatan sesuai derajat penyakitnya. Terapi dapat berupa cryotherapy, operasi laser, operasi pengangkatan leher rahim (konisasi) sampai kepada pengangkatan rahim total (histerektomi). Lesi pran kanker atau kanker serviks yang dijumpai pada stadium dini dapat disembuhkan hampir 100 persen.

“Mengingat efektivitas pap smear dan kolposkopi yang sangat tinggi untuk deteksi dini perubahan sel serviks dan risiko yang sangat rendah, segeralah lakukan pemeriksaan skrining tersebut, sesuai anjuran dokter,” katanya. [Suara Pembaruan]