Angkor Wat tampak megah berdiri di ujung jalan setapak menuju kuil atau candi Hindu yang menjadi salah satu pesona wisata Siem Reap, Kamboja.

Foto-foto: SP/Elly Burhaini Faizal

Preah Tineang Tevea Vinichhay atau Balai Tahta tampak berdiri megah dan tertata asri. Balai Tahta yang berada di tengah kompleks Istana Kerajaan Kamboja dibangun pada 1917 dan diresmikan penggunaannya pada 16 Juni 1919 oleh Yang Mulia Raja Sisowath.

Siem Reap, kota berjarak sekitar 180 mil dari Phnom Penh, terus dipercantik sebagai daya tarik wisata di Kamboja. Pesona Siem Reap terpancar sedemikian kuat. Kecantikan eksotis kota itu terlampau sayang dilewatkan begitu saja. Kekaguman langsung membuncah di benak ketika SP dan sejumlah wartawan serta delegasi negara-negara Asia Pasifik menyempatkan diri ke Siem Reap, usai mengikuti “Phnom Penh Interfaith Dialogue 2008”, awal April.

Hotel-hotel mewah berdiri megah di sepanjang jalan. Turis berlalu lalang di seantero penjuru kota. Hingga larut malam, gemerlap kehidupan warga kota tak juga meredup. Rasa penat pun luruh seiring bergulirnya alunan musik di kafe, klub malam, dan diskotek yang tersebar seantero kota. Cenderamata khas Kamboja, mulai selendang sutra hingga kerajinan perak, berlomba-lomba ditawarkan dengan harga menarik di Pasar Malam (night market).

Selain gemerlap kehidupan malam di Siem Reap, tentu saja Angkor Wat jadi pilihan wisata yang patut disinggahi. Kemegahan Angkor Wat, kuil Hindu yang merupakan salah satu keajaiban dunia, nyaris tak pernah surut menyedot kehadiran wisatawan.

Angkor Wat, yang dibangun Raja Suryavarman II pada pertengahan abad ke-12, merupakan candi paling terkenal di Dataran Angkor. Jika dibandingkan dengan candi-candi lain di Dataran Angkor, bangunan Angkor Wat lebih terawat baik. Pasalnya, Angkor Wat terus difungsikan setelah dijadikan candi Buddha ketika kepercayaan Hindu di Angkor mulai terkikis pada abad ke-13. Pintu gerbang yang harus dilewati para pengunjung sebelum memasuki bangunan candi, secara simbolis melambangkan jembatan yang menghubungkan alam dunia dengan alam para dewa.

Angkor Wat awalnya dibangun untuk memuja keberadaan Dewa Wishnu. Patung Dewa Wishnu berdiri kokoh menyambut kehadiran para pengunjung di ambang pintu masuk kuil. Bokor-bokor berisi dupa dan kembang beraneka warna tersaji di depannya. Seluruh kuil Khmer, termasuk Angkor Wat, dibangun bukan untuk dijadikan kediaman raja dan ratu, melainkan sebagai tempat ritual pemujaan sekaligus kediaman para dewa dan dewi Hindu.

Sebetulnya, Angkor Wat bukanlah yang tertua di Dataran Angkor jika dibandingkan candi-candi yang lain. Candi Preah Ko dan Phnom Bakheng dibangun sekitar akhir abad ke-9 hingga awal abad ke-10. Candi Ta Kheo dan Baphuon dibangun sekitar abad ke-10 dan 11. “Ta Phrom, yang juga berusia lebih tua, tengah diupayakan pemerintah Kamboja agar tidak kalah pamor dengan Angkor Wat ataupun Angkor Thom,” ungkap Achara Ashayagachat, wartawan The Nation, Thailand, yang sudah beberapa kali berwisata ke Siem Reap.

Angkor Wat hanyalah salah satu dari sekian banyak bukti keagungan peradaban masyarakat Khmer pada masa lalu. Peradaban yang pernah sedemikian dibanggakan Pol Pot (atau Saloth Sar) ataupun para pemimpin Khmer Merah yang lain.

Bagi seluruh warga Kamboja, Angkor pada masa lalu, bahkan hingga sekarang, adalah simbol kebesaran negara itu pada masa lampau. Penn Nouth, seorang negarawan dari Kamboja, mengatakan peradaban Kamboja mencapai titik tertinggi sekitar abad ke-12. Tetapi setelah kejayaan selama lima abad, Kekaisaran Khmer mati dan berakhir dengan remuk secara perlahan-lahan.

Pasar Malam atau “night market” menjadi tempat penjualan berbagai barang kerajinan tradisional khas Khmer yang jarang dilewatkan para wisatawan. Selendang sutra dan perhiasan perak dapat diperoleh dengan harga sangat terjangkau.

Salah satu ruang di bagian dalam Angkor Wat yang dibangun sebagai tempat pemujaan bagi Dewa Wishnu.

Istana Kerajaan

Gambaran utuh tentang peradaban bangsa Khmer kurang sempurna apabila kita tidak berkunjung ke Istana Kerajaan atau Preah Borom Reach Veang Chatomuk Mongkul, di Phnom Penh. Istana Kerajaan di Phnom Penh dibangun dua kali. Pembangunan pertama berlangsung pada 1434. Istana dibangun untuk kedua kalinya pada 1866 dan berdiri hingga sekarang. Dahulu, Istana Kerajaan disebut Preah Borom Reach Veang Chatomuk Mongkul. Nama tersebut diberikan terkait lokasinya yang berada di persimpangan empat sungai, yakni Mekong atas, Tonle Sap, Mekong bawah, dan Tonle Bassac.

Kompleks Istana Kerajaan berada di atas tanah yang cukup luas, yakni panjang 435 meter dan lebar 421 meter, dilengkapi tembok tinggi di sekeliling kompleks. Istana, dalam periode ke-2 rekonstruksi dibangun pada 1866-1870 selama pemerintahan Yang Mulia Raja Norodom. Short, dalam bukunya, menyebutkan, para pemimpin Khmer Merah pernah menggelar pertemuan pada bulan Mei 1975 di Pagoda Perak (Silver Pagoda), lokasi tersuci umat Buddha yang berada di dalam kompleks Istana Kerajaan. Pertemuan digelar ketika rezim Pol Pot yang beraliran komunis masih menimbang-nimbang langkah apa yang akan dilakukan pada masa depan, setelah sukses menumbangkan pemerintahan Lon Nol. Pagoda yang dibangun pada zaman Sihanouk, lebih kuat dalam aspek simbolisme daripada keantikannya.

Tetapi, Buddha Jamrud (Emerald Buddha) yang berada di balai tengah dibuat oleh Lalique, seniman kaca asal Prancis, dengan beralas pualam asal Italia. Beranda yang dihiasi pilar-pilar ala Yunani ditambahkan pada era 1960-an. Di sanalah, para pemimpin rekolah yang sedang berkemah pada musim panas. Mereka tidur di atas ranjang besi yang dipinjam dari rumah sakit terdekat. Fakta bahwa kini mereka sudah memegang kekuasaan tampaknya tidak mengubah apa pun.

Dalam benak, mereka seolah merasa tengah menjalani perang gerilya di hutan. Hanya Saloth Sar, yang belakangan dipanggil Pol Pot, memilih tidur di tempat yang terpisah. Para pembantu menata ranjang untuk Pol Pot, dilengkapi tirai antinyamuk, di atas mimbar yang dibangun di tengah altar yang biasanya ditempati oleh patung-patung Buddha.

Selain Pol Pot, tidak ada seorang pun pemimpin Kamboja yang dapat menghabiskan hari-harinya di sebuah tempat yang sedemikian dipenuhi identitas nasional dan tetapi tidak dapat merasakan sisa-sisa sejarah dan warisan agung ras Khmer. Di sanalah, Pol Pot mulai memimpikan kekuasaan yang sangat mengerikan. [SP/Elly Burhaini Faizal]