Asiyah … ialah wanita istri Fir’aun. Namun, sungguh berbeda sifat diantara kedua manusia tersebut. Perbedaan itu bagaikan cahaya dan kegelapan, bagaikan timur dan barat. Fir’aun adalah raja yang teramat dzolim pada masanya hingga dengan lancang ia mendakwakan bahwa dirinya adalah tuhan yang harus disembah oleh seluruh rakyatnya. Namun sang istri, tak akan pernah dapat bersatu dalam dusta dan kebatilan yang terjadi pada saat itu, yang didalangi oleh Fir’aun, suaminya sendiri.
Asiyah … sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an, bahwa Allah swt telah menyelamatkan bayi Musa melalui tangannya. Ketika peti yang membawa sang bayi hanyut sampai ke istana, sebagian orang menghasut Fir’aun agar bayi itu dibunuh. Tetapi atas andil Asiyah, gagallah makar para penghasut itu. Asiyah berkata pada Fir’aun, „Janganlah ia dibunuh. Mudah-mudahan ia berguna bagi kita, atau kita ambil ia sebagai putra.” Lalu dibawalah bayi mungil itu ke istana dan diangkat menjadi putra Fir’aun.
Asiyah … betapa gelisah hatinya ketika mendengar Musa telah membunuh seorang lelaki pengikut Fir’aun dan ketika Musa datang pada Fir’aun untuk memberi peringatan. Ia selalu mengkhawatirkan keadaan Musa, putra angkatnya itu, dari kekerasan Fir’aun. Ia selalu berdoa kepada Allah swt untuk kemenangan Musa ketika menghadapi para tukang sihir Fir’aun.
Asiyah … bercucuran air matanya ketika menyaksikan bagaimana keluarga Masyithoh dilemparkan ke dalam api, karena keluarga itu beriman kepada apa yang dibawa oleh Musa. Tanpa belas kasihan, pengawal Fir’aun melemparkan satu per satu anak Masyithoh ke dalam api. Hingga tibalah giliran anak terkecil yang masih ada dalam pelukan Masyithoh. Ketika perasaan takut dan iba menguasai hati Masyithoh, tiba-tiba bayi yang masih dalam gendongan itu berkata, „Wahai ibuku, bersabarlah. Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran”.
Asiyah … ketika Fir’aun masuk ke dalam kamarnya setelah membakar keluarga Masyithoh, Fir’aun berkata, „Kuharap kamu telah menyaksikan bagaimana yang terjadi atas perempuan yang ingkar kepada tuhannya yang agung, Fir’aun.” Dengan cepat Asiyah menyela, „Celaka engkau hai Fir’aun dengan azab Allah !”
Asiyah … tak ayal lagi, Fir’aun segera memerintahkan para pengawal untuk mengikatnya di empat tiang kebun istana, kemudian para pengawal mengambil cemeti dan menderakan ke tubuh Asiyah. Sementara Fir’aun memerintahkan untuk memperkeras siksaan itu. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Asiyah selain munajat kepada Allah swt yang diabadikan dalam Al-Qur’an, : “Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu® dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”. (QS. 66:11)
Asiyah … ia pun pergi menuju Rabb nya sebagai wanita syahidah di empat tiang.
Diringkas dari : „Profil Dibalik Cadar” karya Jabir Asy Syal
KOMENTAR