“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizqi sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rizqi yang mempunyai Kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 56-58)
Yang dimaksud dengan “menyembah Allah” dalam arti yang luas, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkan dan disukai-Nya, serta menjauhi laranganya. Inilah yang disebut menghamba atau mengabdi (istilah islamnya: beribadah).
Seorang budak yang mengabdi kepada tuanya harus melaksanakan perintahnya oleh tuanya, dan meningalkan apa yang dilarangnya.
Untuk ini, si hamba harus rela meningalkan kemalasan dan kebiasaan-kebiasaan lamanya, yang tidak disukai majikanya.
Sesungguhnya tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, Tuhan Penguasa Alam. Pernyataan dalam ayat di atas, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah langsung disambung dengan ayat berikutnya yang merupakan ungkapan penolakan terhadap rizqi dari manusia. Melalui kedua ayat tersebut, seakan-akan dikatakan :”yang aku perintahkan adalah beribadah, bukan mencari rizqi.” Dalam surat Thaha ayat 132 dikatakan: “Kami tidak meminta rizqi kepadamu, kamilah yang memberi rizqi kepadamu.” Jika direnungkan, ayat 57 Surat Adz-Dzariat tersebut merupakan ungkapan yang tepat, sebagai sindiran umumnya manusia.
Adapun hal-hal seperti rizqi, ajal, miskin, kaya, sakiy, sehat, naik turunya kedudukan, termasuk jodoh dan sebagainya, adalah segala sesuatu yang sudah menjandi tanggungan Allah. Mencari yang demikian tidak diperintahkan, tetapi harus diyakini bahwa Allah akan memberikannya kepada orang yang dikehendaki bukan orang yang kita kehendaki.
Betul yang dikatakan bahwa bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri termasuk dalam kategori ibadah. Ciri-ciri pekerjaan yang disebut ibadah antara lain :
- Jika dikerjakan akan menyebabkan bertambah dekatnya orang kepada Allah. Tandanya tenangnya hati karena telah melaksanakan sesuatu yang disukai oleh Allah. Adapun hasilnya dipasrahkan oleh Allah, dan dia bertawakal hanya kepada-Nya. Jika berhasil dia bersyukur, Jika tidak berhasil dia besabar, intropeksi diri tidak mennyalahkan orang lain.
- Pekerjaan tersebut secara langsung tidak menyebabkan dosa, baik dalam niat/tujuan, keyakinan/aqidah, ucapan maupun dalam berinteraksi dengan sesama mahluk.
- pekerjaan tersebut menumbuhkan motifasi untuk melaksanakan amal yang lain, sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
- Pekerjaan tersebut tidak mengurangi tidak mengurangi/melalaikanya dari kewajiban lain yang lebih penting, seperti firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun: 9)
Jika seseorang bekerja keras tak kenal waktu dalam mencari rizqi(harta benda) sehingga melalaikan dari mengerjakan perintah Allah, apakah dapat dinamakan ibadah? Bukankah yang demikian hanya akan hanya akan menambah jauh dirinya dengan Allah? Inilah yang disebut mencari sesuatu yang sudah dijamin dengan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan untuk dicari. Itulah sebabnya, ayat 56 surat Adz-Dzariyat tersebut dilanjutkan dengan sendirian terhadap orang-orang yang bekerja keras mencari rizqi, sehingga menyebabkan lalai dalam melaksanakan kewajiban agama.
Orang-orang yang lalai, jika tidak segera sadar, akan semakin terperosok ke dalam jurang kelalaian. Secara perlahan tapi pasti tanpa terasa imanya akan semakin berkurang. Ketika sudah mencapai kondisi yang membahayakan ditengah-tengah gelimangnya materi dan kemewahan dunia, barulah ia sadar, “mengapa begini? apa yang terjadi? kemana keimananku yang dulu?”
Allah berfirman: “Barangsiapa yang menghedaki kehidupan dunia dan perhiasanya, niscaya kami akan kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka didunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia sia-sialah apa yang mereka tekah kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)
Mereka bersenang-senang dalam kehidupan dunia karena terpengaruh oleh perhiasan-perhiasan duniawi yang melenakan dan menyilaukan mata. seperti firman Allah: “Dijadikan indah pada (pandanagan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, dll. Itulah kesenanagan hidup di dunia Dan di sisi Alllalah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran: 14)
Secara naluri menusia mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap perhiasan seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut. Yang demikian merupakan sesuatu yang dicari, bahkan menjandi tujuan hidup bagi kebanyakan manusia di dunia ini. Oleh karena itu Allah langsung memperingatkan kita pada akhir ayat tersebut: “dan disisi Allahlah tempat kembali Yang baik (surga).” pada ayat lain juga disebutkan: “Dan janganlah kamu tunjukan kedua matamu kepada kami apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka denganya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaha: 131)
Wallahu A’lam.
KOMENTAR