Oleh Pouw Tjoen Tik
Asta adalah panggilan akrab anjing kami. Seperti lazimnya seekor anjing, Asta lebih suka melahap daging ketimbang sayuran. Anehnya, pada waktu -waktu tertentu, ia merumput lalu mengunyahnya.
Ketika masih bocah ingusan, timbul kecurigaan penulis bahwa prilaku tersebut mungkin merupakan nalurinya untuk menjaga kesehatan. Misteri ini kemudian terjawab setelah penulis menggeluti dunia kedokteran.
Dalam era bio-molekuler, patofisiologi (gangguan faal) penyakit diteliti hingga ke atom-atom sel tubuh. Inti atom (proton dan neutron) dikelilingi oleh sejumlah elektron yang bergerak berpasang-pasangan dalam ruangan abstrak yang disebut orbital.
Atom menjadi tidak stabil bila orbital terluarnya dihuni oleh elektron yang tidak berpasangan. Elektron bujangan ini sangat reaktif.
Atom yang memilikinya dijuluki radikal bebas, karena dengan bebasnya merampas elektron atom tetangganya. Dalam kimia inti, si pencuri elektron ini disebut oksidan. Sebab itu, radikal bebas juga disebut oksidan.
Sebaliknya, atom stabil yang kecurian elektron disebut antioksidan. Antioksidan setelah diserobot elektronnya, berubah menjadi tidak stabil dan menjadi radikal bebas/oksidan. Radikal bebas/oksidan baru ini, kemudian mengikuti jejak atom yang mencuri elektronnya dengan menyerobot elektron tetangganya. Aksi curi-mencuri yang berkesinambungan ini membentuk reaksi berantai yang dalam kimia inti disebut reaksi oksidasi-reduksi.
Oksidasi-reduksi akan berakhir dengan matinya sel, perubahan sel menjadi ganas, atau dipatahkan oleh super antioksidan. Super antioksidan adalah unsur kimia yang memiliki banyak elektron, sehingga tidak terganggu kestabilannya bila kecurian satu elektron. Contoh klasik super antioksidan adalah vitamin C dan vitamin E. Vitamin C mematahkan reaksi berantai yang terjadi dalam larutan air, sedangkan vitamin E mematahkan oksidasi-reduksi yang terjadi dalam lemak.
Radikal bebas dalam jumlah yang tidak banyak terbentuk pada proses metabolisme. Pada keadaan normal, sistem anti-oksidasi tubuh yang komplek dan melibatkan vitamin C, vitamin E, glutathione, serta berbagai enzim, mampu memutuskan reaksi berantai yang ditimbulkan oleh radikal-radikal bebas hasil sampingan metabolisme tersebut.
Kematian atau perubahan sel menjadi kanker, hanya terjadi bila radikal bebas yang terbentuk sangat besar jumlahnya, sehingga sistem anti-dioksidasi tubuh kewalahan (oxidative stress). Penyebab oxidative stress antaranya: radiasi, asap rokok, polusi udara dan lingkungan, serta obat-obatan antihama.
Penyakit-penyakit yang ditimbulkannya adalah alzheimer (pikun), parkinson (buyuten), rematik, kanker, penyakit pembuluh darah jantung dan sebagainya. Oxidative stress hanya teratasi bila tubuh mendapat bantuan antioksidan dari luar. Bantuan tersebut terbesar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dikenal sebagai zat-zat kimia nabati (phytochemicals).
Khasiat dan Sumber
Phytochemicals adalah zat-zat kimia tumbuh-tumbuhan bukan bahan makanan dan tidak vital untuk kehidupan. Saat ini telah berhasil diekstraksi lebih dari seribu jenis zat kimia nabati.
Banyak di antaranya bersifat antioksidan seperti, lycopene (tomat), isoflavones (kedelai), dan flavanoids (buah-buahan). Hasil penelitian epidemiologis serta percobaan pada binatang dan biakan sel, menunjukkan bahwa phytochemicals bermanfaat dalam menanggulangi kanker, penyakit koroner jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis, berbagai gangguan kejiwaan, serta infeksi oleh kuman, virus, dan parasit (Department of Food Science and Technology, University of California, 2000).
Setiap jenis phytochemicals memiliki khasiat tersendiri. Bawang, jahe, buah-buahan, sayuran, wortel, teh hijau, dan buah anggur merah, melindungi kerusakan sel dan mencegah timbulnya berbagai jenis kanker.
Kedelai, yang bekerja seperti hormon estrogen, mengurangi gejala-gejala menopause dan rapuh tulang (osteoporosis). Kubis mentah yang bekerja sebagai enzim, menekan terjadinya kanker payudara.
Jahe membunuh berbagai kuman. Kacang-kacangan dan merica menghalangi perkembangbiakan sel-sel kanker.
Kewaspadaan Penggunaannya
Hippocrates, bapak ilmu kedokteran modern (460-377 SM), berpetuah, “Jadikan makanan sebagai obat anda, dan obat anda adalah makanan”. Kata-kata arif ini mengingatkan kita bahwa sebagaimana dengan obat-obatan, maka makanlah secukupnya, jangan berlebih-lebihan.
Berita-berita burung dalam masyarakat yang perlu diwaspadai di antaranya adalah “Ramuan ini telah digunakan ribuan tahun, jadi pasti sangat berkhasiat”, Tambah banyak anda memakannya tambah baik, Semua yang berasal dari nabati aman, dan ‘Phytochemicals tidak akan bereaksi dengan obat-obatan dokter”.
Phytochemicals tidak tergolong obat-obatan, maka tidak dibutuhkan izin untuk mengekstraksinya. Penelitian kinerja dan pengolahannya dalam tubuh (pharmacokinetics dan pharmacodynamics) tidak diwajibkan sebagaimana dengan pembuatan obat baru, dan penjualannya tidak memerlukan resep dokter. Semua faktor-faktor bisnis yang menggiurkan tersebut merangsang para pengusaha pabrik farmasi untuk berpacu mengemas phystochemicals dan melemparnya ke pasaran dengan label sebagai bahan pelengkap kesehatan (supplement).
Namun, sebagaimana dengan obat-obatan, phytochemicals dalam dosis tinggi dapat menimbulkan berbagai gejala sampingan. Sebagai contoh: vitamin C dosis tinggi menurunkan kadar tembaga (cuprum) yang diperlukan untuk menyerap zat besi butir-butir darah merah, vitamin E dosis tinggi dapat menimbulkan kematian.
Penggunaan vitamin E pada pasien yang mendapat obat anti penggumpalan darah (coumadin /waferin), harus di bawah pengawasan dokter. Petunjuk praktis penggunaan supplement adalah sebagai berikut: pemilihan supplement seyogyanya berdasar petunjuk dokter, jangan menggunakan supplement sebagai pengganti obat-obatan, pilihlah supplement produksi pabrik farmasi yang sudah dikenal kredibilitasnya.
Pilihlah supplement yang mencantumkan bagian tumbuh-tumbuhan yang diekstraksi (daun, bunga, dan sebagainya), dan pilihlah supplement yang mencantumkan cara-cara pertolongan bila terjadi gejala-gejala sampingan.
Hal-hal yang seyogyanya dihindari adalah memilih supplement berlabel “hasil penemuan baru, untuk segala macam penyakit, dan berdasar pemakaian masyarakat, serta memilih supplement yang berisi bermacam-macam ekstrak, atau harganya jauh di bawah harga supplement sejenisnya.
Phytochemicals sebaiknya dikonsumsi dengan makan sayuran mentah, buah-buahan, dan kacang-kacangan dalam jumlah yang berimbang. (United States Food and Drug Administration / FDA)
Penulis adalah alumnus Fakultas Kedokteran Unair, berdomisili di Austin, Texas,
KOMENTAR